Friday 3 April 2015

TERAPI KEGAGALAN JANTUNG

ANTAGONIS ALDOSTERON
Spironlakton telah lama diakui sebagai inhibitor aldosteron yang memberikan sebuah kelemahan efek diuretik hemat potassim. Bagaimanapun, hanya baru-baru ini efek kardiovaskuler dari aldosteron telah dipahami pada pembahasan detil dibawah “patofisiologi” atas aldosteron, yang sekarang diakui sebagai neurohormaon yang memainkan peranan penting dalam pembentukan kembali ventrikel terutama sekali dengan menyebabkan peningkatan deposisi kollagen dalam mtriks extraseluler dan itu menyebabkan fibrosis kardiak. Berdasarkan pada pengetahuan ini, efek antagonis aldosteron dengan spironolakton dipelajari pada 1600 pasien dengan kegagalan jantung kelas III ( dengan baru opname) atau kelas IV. Studi ini (disebut RALES) menguji penambahan spironolakton  25 mg sehari versus placebo pada terapi standar kegagalan jantung, yang meliputi inhibitor ACE , diuretik, dan digoksin. Karena saat percobaan ini, manfaat dari β-blocker tidaklah sepenuhnya diakui dan hanya 10 % dari pasien yang menerima β-blocker. Pasien dengan konsentrasi serum kreatinin diatas 2,5 mg/ dL, atau serum potassium konsentrasi diatas 5 mEq/L , adalah tidak termasuk. Studi berhenti setelah rata-rata 24 bulan dari follow-up karena signifikant mengurangi mortalitas terkait dengan 30 % pengurangan total mortalitas, 36 % pengurangan dalam kematian gagal jantung progresif, dan 29 % pengurangan kematian mendadak. Spironolakton juga menghaslkan pengurangan signifikant dalam opname untuk kegagalan jantung. Terapi aktif juga dikaitkan dengan peningkatan signifikant pada symptom sebagai penilaian dengan mengganti pada kelas fungsional NYHA.
Dosis rendah spironolakton  dalam studi RALES mempunyai toleransi baik. Efek samping paling umum yang terjadi 10 % dari spironolakton dan 1 % dari placebo. Walaupun hanya 10 pasien (1,7 %  dari orang) dalam kelompok terapi spironolakton dihentikan karena gynecomastia. Juga dihasilkan signifikant secara statistik , walaupun kemungkinan secara  klinis tidak penting, peningkatan level serum kreatinin dan serum potassium dari 0,05 sampai 0,10 mg/dL dan 0,30 mEq/L diakui. Hiperkalemia serius tidaklah berbeda antara kelompok terjadi 10 % pada placebo dan 2 % pada spironolakton.
Percobaan terbaru EPHESUS telah mengevaluasi efek dari antagonis reseptor aldosteron selektif eplerenon pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri setelah MI. Eplerenon atau placebo ditambah pada terapi biasa (inhibitor ACE, β-blocker, aspirin, dan diuretik dalam kebanyakan) pada 6642 pasien dan serupa pada percobaan RALES, pasien-pasien  yang tidak termasuk serum kreatinin konsentrasi lebih besar dari 2,5 mg/dL atau serum potassium konsentrasi lebih besar dari 5 meq/L. Dalam studi ini, eplerenon dikaitkan degan 13 % pengurangan kematian dari adanya penyebab, dengan lebih besar terlihat manfaat penyelamatan hidup pada pengurangan kematian mendadak dari penyebab kardiak. Dan dimana tidak ada terjadi penguragan dalam opname dari semua kasus. Ada 23 % pengurangan dalam resiko opname dari gagal jantung. Karena reseptor selektif alami dari eplerenon, itu tidak terkait dengan gynecomastia, walaupun ada perbedaan signifikant dalam insiden hiperkalemia serius, terjadi 5,5 % dari eplerenon dan 3,9 % dari percobaan pasien placebo.
Dimana percobaan klinis membuktikan resiko minimal sehubungan dengan antagonis aldosteron dalam pengaturan kegagalan jantung, data dari percobaan klinis menunjukkan gambaran berbeda. Beberapa studi mempunyai tingginya rtesiko dari hiperkalemia serius dan dan bertambah buruknya fungsi ginjal adalah lebih tinggi dari observasi dalam percobaan klinis. Data ini mendorong bahwa 25%-40% dari pasien kembangkan hiperkalemia(>5mEq/L) dan bahwa 10 % sampai 12 % kembangkan hiperkalemia serius (> 6 mEq/L). Ini mungkin pada sebagian kegagalan dokter mempertimbangkan fungsi ginjal pasien untuk mengurangi atau menghentikan suplemen potassium pasien, atau memonitor fungsi ginjal dan konsentrasi potassium secara teliti sekali pemberian antagonis aldosteron. Walaupun saat pasien dimonitor dengan teliti, resiko dari hiperkalimia  dapat memainkan peranan tinggi, terutama pada mereka yang lebih tua dan mereka dengan  sangat rendah  Efs. Untuk itu, jika dokter menggunakan antagonis aldosteron, ia harus secara kontinu dengan hati-hati memonitor fungsi ginjal dan konsentrasi potassium dan dengan menghindarkan dari penggunaan pada pasien dengan dampak  ginjal yang signifikant atau level potasssium normal yang tinggi.
Manfaat dari antagonis aldosteron dalam kegagalan jantung menunnjukkan lebih besar inhibisi neurohormonal mereka, dengan menyebut inhibisi aksi aldosteron pada jantung. Terutama mnafaat  yang diyakini kemampuan agen ini untuk menghambat fibrosis kardiak mediator aldosteron  dan perubahan kembali ventrikel. Dan dimana dengan riwayat spironolakton telah memperlihatkan seperti diuretik, ini dipercayai memberikan sedikit untuk manfaat itu dalam gagal jantung sebagian karena penggunaan dosis minimal efek diuretik, seperti inhibitor ACE dan β-blocker. Data pada antagonis aldosteron juga mendukung perubahan neurohormonal dari gagal jantung.
Penggunaan bersama, perlakuan RALES dan EPHESUS memberikan manfaat dari antagonis aldosteron pada dua perbedaan besar spektrun kegagalan jantung, yang dikenal MI ( NYHA kelas I) dan NYHA kelas IV. Dimana manfaat antagonis aldosteron pada pasien dengan gagal jantung kelas II atau kelas III stabil tidak dipelajari, itu memberikan alsan untuk memerkirakan bahwa manfaat itu mungkin ada.
Pemberian antagonis aldosteron dalam akhir terapi untuk elusidasi penuh. Bagaimanapun, itu terlihat memungkinkan untuk pertimbangan tambahan mereka pada terapi standar pada pasien yang sama mengikuti perlakuan RALES dan EPHESUS. Untuk pasien yang termasuk kelompok studi dalam percobaan klinis ini, tidak ada petunjuk jelas pada penggunaan antagonis aldosteron pada pasien, itu mungkin  menjadi alasan pertimabangan digunakanya suatu antagonis aldosteron jika pasien terbukti dengan suplemen potassium. Alasan untuk penggunaan pengturan ini adalah mengurangi atau eliminasi suplemen potassium dapat memungkinkan dan juga ada potensi untuk menambah manfaat dengan respon setelah perpanjangan penyakit. Penambahan sipronolakton untuk pasien gagal jantung kelas II atau kelas III yang mana tetap symptomatik, walaupun  terapi optimal juga suatu alasan yang dipertimbangkan.
BLOKADE RESEPTOR ANGIOTENSIN II
Penggunaan blokade reseptor angiotensisn II(ARBs) dalam kegagalan jantung memberikan perhatian beasar dan kontroversi.  Peranan penting darin sistem RAA dalam pengembanagan gagal jantung dan progrsif adalah terbentuk baik, seperti manfaat inhibisi sistem raa dengan inhibitor ACE. Walaupun pmberian kronis dari inhibitor Ace dapat menghasilkan jalan keluara dalam ACE dengan menigkatkan sirkulasi angiotensin II, NE, dan aldosteron. Pada penambahan, angiotensin ii dapat terbentuk dalam sejumlah jaringan, termasuk jantung, melalui jalur yang bergantuntg non ACE ( seperti. Simase, katepsin, dan kallikrein). Oleh karena itu, blokade dari efek yang menganggu angiotensin ii melalui inhibisi ACE adalah tidak komplet. Pada penambahan, gangguan efek sampig dari inhibitor ACE seperti bauk adalah sama pada akumulai braikinin terkait dengan agen ini.
ARBs menghambat reseptor subtipe AT1 angiotensin II, menghalangi pencegahan efek angiotensin II tanpa memperhatikan asalnya. Mereka tidak memperlihatkan efek bradikinin. Dengan menghambat kedua bentuk dari angiotensin II dan efek pada reseptor AT1, kombinasi terapi dengan inhibitor ACE-ARB secara teori menguntungkan padapenggunaan agen sendiri lebih komplit dari penghilangan efek angiotensin II. Juga secara langsung menghambat reseptor AT2, menyebabkan vasodilatasi dari perubahan ventrikel. Karena bradikinin terkait efek samping dari inhibitor ACE seperti angiodema dan batuk mendorong penghentian obat pada beberapa pasien. Potensi untuk ARB menghasilkan manfaat klinis serupa dengan lebih sedikit efek sampig adalah menrik prhatian besar, dimana ARBs menambah peningkatan manfaat terapi atau lebih unggul (atau ekivalen) untuk inhibitor ACE adalah fokus dari beberapa percobaan klinis.
Awal studi mengindikasikan bahwa ARBs dan Ace inhibitor menghasilkan efek hemodinamik serupa dan kombinasi terapi meningkatkan kapasitas latihan fungsi ventrikl, kualitas hidup, dan neurohormon pada pasien gagal jantung. Percobaan ELITE II adalah yang pertama membendimngkan efek dari ARB (losartan) dengan suatu inhibitor ACE (kaptorpil) pada semua penyebab motilitas pada pasien dengan gagal jantung  kelas II-IV NYHA, Tidak signifikantnya perbedaan mortilitas antara dua kelompok yang diaobservasi walaupun losartan toleransinya lebih baik dari kaptopril.
Evaluasi percobaan Val-heFT dimana penambahan valsartan pada stanadar dasar terapi gagal jantung ( yang meliputi inhibitor ACE 93% dan β-blocker 35 v% dari pasien0 meningkatkan keselamatan hidup . Penambahan valsartan tidak mempunyai efek pada semua penyebab mortalitas tapi menghasilkan 13 % pengurangan morbiditas dan mortalitas (secara prinsip pada pengurangan dalam opname gagal jantung).
Analisis subgrup menunjukkan bahwa manfaat terbesar pada pasien yang tidak menerima terapi dasar inhibitor ACE dan efek gangguan ditemukan pada mereka yang ditambah valsartan pada inhibitor ACE dan β-blocker. Berdasarkan hasil ini, valsartan sekarang menawarkan untuk dignbakan pada pasien intolerant inhbitor ACE. Walaupun studi ini mendorong manfaat dari kombinasi terapi ARB-inhibitor ACE, itu tidak memberikan dukungan yang jelas untuk penggunaan kombinasi, terutama pada pasien yang menerima terapi β-blocker.
Candesartan pada kegagalan jantung: Penilaian dari pengurangan percobaan mortalitas dan morbiditas(CHARM0 adalah digambarakan tiga studi perbandingan candesartan  dengan placebo pada pasien dengan symptomatik gagal jantung. Percobaan penambahan CHARM menemukan pengurangan signifikant pada end point utama dari kematian kardiovaskuler atau opname dan untuk gagal jantung pada pasien yang menerima candesartan, walaupun manfaat yang paling  berubah pada penambahan CHARM. Dengan akhir percobaan penambahan CHARM , diatas 60% pada pasien yang menerima terapi β-blocker, tapi tidak serupa percobaan Val-HeFt, tanpa merugikan interaksi dengan β-blocker yang dideteksi. Secara keseluruhan, candesartan mempunyai toleransi baik, tapi mitu dignakann sehubungan dengan peningkatan resiko dari hipotensi, hiperkalemia, dan disfungsi ginal.
Valsartan dalam percobaan infarksi myocardial akut (VALIANT) membandingkan efek dari valsartan, captopriol, dan kombinasi dari dua agen pada pasien MI dengan gejala gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri, atau keduanya. End point utama ari totsl mortalitas terjadi 19,3 % ari pasien yang menerima valsartan dan captopril, 19,5 % dari pasien yang diobati captopril, dan 19,9 5 dari kelompok perlakuan valsartan. Bahwa, pada populasi beresiko tinggi MI, valartan adalah efektif seperti captopril dalam mengurangi resiko kematian. Tapi kombinasiterapi hanya meningkatkan resiko dari efek samping dan tidak meningkatkan perbandingan keselamatan hidup dengan monoterapi dengan agen lain.
Petunjuk ACC/AHA, dikembangkan sebelum percobaan Val-heFT, CHARM dan VALIANT  yang komplit. Indikasinya bahwa ARBs harus tidak dipertimbangkan pada pasien yang tidak tolerant pada inhibitor ACE. Secara kolektif, hasil dari percobaan ini secara jeas mendukung ini direkomendasikan untuk pasien yang tidak dapat toleransi inhibitor ACE> ARBs bukanlah alternatif pada pasien dengan hipotnsi, hiperkalemia, atau insuffisiensi ginjal sekunder pada inhibitor ACE karena mereka adalah lebih cenderung menyebabkan efek samping ini. Obat yang spesifik dan dosis pencegahan efektif pada perlakuan klinis harus digunakan. Peranan  dari ARBs sebagai adjuctif untuk inhibitor ACE tetap kontroversi.
Perlakuan tambahan  CHARM menemukan bahwa penambahan candesartan pada inhibitor ACE dan β-blocker menghasilkan peningkatan dalam mengurangi keatian kardiovaskuler dan opname untuk kegagalan jantung tapi tidak meningkatkan keselamatan hidup secara keseluruhan. Pada kondisi berlawanan, VALIANT menemukan tidak ada manfaat dari penambahan valsartan pada pengobatan inhibitor ACE pada pasien mi dan post-hoc analisis dari Val-heFt mendukung potensi merugikan pada pasien yang menerima inhibitor ACE dan β-blocker. Hasil ini mendorong bahwa pnambahan ARB untuik mengoptimalkan terapi kegagalan jantung (inhibitor ACE, β-blocker, diuretiki, dll). Penawaran terbaik, manfaat terpisah dengan meningkatnya resiko efek samping, bahwa sampai data penambahan tersdia, terapi inhibitor ACE dan  β-blocker harus dioptimalkan pertama sebelum pertimbangan penambahan suatu ARB.
NITRAT DAN HIDRALAZIN
Nitrat dan hidralazin adalah awal kombinasi pada pengobatan gagal jantung karena aksi hemodinamik komplement mereka. Nitrat, engan aktivasi guanilat siklase untuk meningkatkan siklus guanosin monoospat (cGMP) pada otot polos vaskuler, yaitu venodilator primer, produksi ini mengurangi dalam preload. Hidralazin adalah aksi vasodilator langsung yang secara dominat beraksi pada arteri otot polos untuk mengurangi SVR dan peningkatan strok volum dan kardiak output. Efeknya pada preload adalah kurang. Percobaan terbaru, mendukung bahwa agen ini juga dapat mempunyai efek yang bermnfaat dalam gagal jantung disamping aksi hemodinamik mereka yang menghambat proses perubahan ventrikel, pencegahan toleransi nitrat, dan mekanisme pelemahan sel terkait dengan progresi gagal jantung.
Perbandingan dengan placebo kombinasi dari hidralazin dan isoorbid dinitrat (ISDN) mengurangi mortilitas pada pasien yang menerima diuretik dan digoksin (tapi buka inhbitor ACE atau β-blocker). Bagaimanapun percobaan yang lain membandingkan kombinasi dengan suatu inhibitor ACE ditemukan bahwa mortilitas adalah lebih rendah pada kelompok inhibitor ACE. Efek samping (terutama sakit kepala dan complien gastrointestinal) dengan kombinasi hidralazin –ISDN adalah umum, membatasi penggunaan mereka pada pasien. Pasien komplien juga isu penting, sebab hidralazin –ISDN yang diberikan empat kali sehari dalam percobaaan ini. Dimana sedikitnya  frekuensi pemberian memberikan manfaat equivalen yang tidak diketahui.
Saat ini direkomendasikan pedoman bahwa hidralazin-ISDN harus tidak digunakan dari inhibitor ACE sebagai  terapi standar dalam gagal jantung atau pengganti untuk inhibitor ACE pada pasien yang toleransi inhibitor ACE. Penggunaan kombonasi hidralazin-ISDN  dapat dipertimbangkan suatu terapeuik pilihan pada pasien yang tidak bisa diberikan inhibitor ACE atau ARB karena insuffisiensi ginjal, hiperkalemia, atau memungkinkan hipotensi. Walaupun, itu harus diantisipasi bahwa complien dengan regimen ini akan melemahkan dan beresiko efek samping yang tinggi. Untuk itu diberikan manfaat pencegahan dan beresiko rendah efek samping, kebanyakan dokter saat ini lebih memilih ARBs pada pasien yang tidak dapat toleransi inhibitor ACE.
Tidak adanya percobaan kontrol mengevaluasi manfaat dari penambahan terapi hidralazin –ISDN untuk pasien yang tetap symptomatik walaupun diobati inhibitor ACE dan atau β-blocker.

PENGOBATAN DARI GANGGUAN YANG BERSAMAAN
Kegagalan jantung adalah selalu bergabung degan gangguan lain dimana sejarah alami, atau terapi dapat mempengaruhi mortalitas pada penyeleksian pasien, managemen optimal dari gangguan yang bersamaan ini dapat menimbulkan dampak pada kegagalan jantung dan hasil gejala.


HIPERTENSI
Walaupun penyakit iskemik jantung menggantikan hipertensi seagai yang paling umum penyebab kegagalan jantung, hampir dua samapai tiga dari pasien kegagalan jantung saat ini mempunyai hipertensi atau sebelumnya mempunyai sejarah hipertensi. Hipertensi dapat menyumbangkan secara langsung berkembangnya kegagalan jantung  dan juga menyumbangkan secara tidak langsung dengan peningkatan resiko penyakit arteri coronaria.
Farmakotaerapi  hipertensi pada pasien dengan gagal jantung dimulai harus melibatkan agen yang dapat mengobati kedua gangguan seperti inhibitor ACE, β-blocker, dan diuretik. Jika pengendalian hipertensi tidak diperoleh setelah optimalisassi pengobatan dengan agen ini penambahan suatu ARB atau  blokade chanel kalsium generasi kedua seperti amlodipin (atau dapat felodipin) harus dipertimbangkan. Pengobatan yang dihindari termasuk blokade chanel kalsium dengan efek inotropik negatif ( seperti verapamil, diltizem, dan umumnya dihidropiridin) dan aksi vcasodilator langsung (seperti, minoxidil) yang menyebabkan retensi garam.
ANGINA
Penyakit arterti coronaria dalah paling umum etiologi kegagalan jantung, pertimbangan managemen dari penyakit arteri coronaria dan resiko faktor itu adalah strategi penting pada pencegahan dan pengobatan gagal jantung. Revaskulerisasi coronaria harus dipertimbangkan secara kuat pada pasien dengan kegagalan jantung dan angina. Farmakoterapi dari angina pada pasien dengan kegagalan jantung harus digunkan obat-obat yang dapat mengobati kedua gangguan dengan sukses. Nitrat dan β-blocker adalah agen pilihan untuk pasien dengan kedua gangguan karena mereka dapat meningkatkan hemodinamik dan hasil klinis. Yang harus dicatat bahwa anti anginal yang efektif dari agen ini dapat secara signifikant dibatasi jika retensi cairan tidak dikendalikan dengan diuretik sama pada penggunaan mereka dalam hipertensi, amlodipin dan felodipin menunjukkan keamanan untuk digunakan dalam pengaturan ini.

FIBRILASI ARTERI
Fibrilasi arteri adalah paling sering ditemui aritmia, dan itu ditemukan secara umum pada psien dengan kegagalan jantung, yang memepengaruhi  10% sampai 50% dari pasien. Tingginya kejadian dari fibrilasi aretri dalam populasi gagal jantung tidaklah mengherankan karena setiap predisposisi kedua gangguan ini untuk yang lainya, dan mereka memberikan banyak faktor resiko, meliputi penyakit arteri coronaria dan hipertensi. Adanya fibrilasi arteri pada pasien dengan gagal jantung terkait dengan pemburukan progosis jangka panjang. Komnbinasi fibrilasi areteri dan gagal jantung dapat berpengaruh pada efek kerusakan termasuk peningkatan resiko throm\bo embolisme sekunder pada stsis dari darah dalam arteri. Pengurangan kardiak output pada hilangnya kontribusi areteri untuk pemenuhan ventrikel dan penggabungan henodinamik dari respon ventrikel yang cepat. Lebih atas, kegagalan jantung exaserbasi dan fibrilasi arteri adalah terlihat sama, dan itu selalu sulit didefenisikan dimana gangguan disebabkan yang lain. Sebagai contoh, perburukan kegagalan jantung menghasilkan overload volume, yang menurunkan penyebab distensi arteri dan meningktkan resiko fibrilasi arteri. Secara bersamaan, fibrilasi arteri dengan respon ventrikel yang cepat menurunkan kardiak output  dan mengarah pada kegagalan jantung exaserbasi. Managemen optimal dari kedua kondisi adalah dengan membutuhkan perhatian yang baik untuk mengendalikan respon ventrikel dan antikoagulan untuk pencegahan strok. Sebagai tambahan, ACE inhibitor bukan pilihan utama pada pengobatan pada kasus ini β-blocker lebih bagus diberikan kepada pasien gagal jantung.
β-blocker sudah diteliti, dengan menggunakan lebih dari 10000 relawan sebagai percobaan.carvedilol, metoprolol sebagai sustalned release dan bisoprolol adalah obat yang paling baik untuk pengobatan gagal jantung. setiap obat itu sudah diteliti dalam populasi yang luas dengan melihat tingkat kematian pasien dimana hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan angka tingkat kematian yang signifikan setelah penggunaan obat-obat β-blocker ini. penelitian dari CIBIS II, menyatakan bahwa bisoprol pada lebih dari 2600 pasien, kebanyakan adalah yang menderita gagal jantung kelas III. penelitian sudah dihentikan, karena telah ditunjukkan adanya penurunan tingkat kematian 34% setelah menggunakan bisoprolol. analisa post-hoc menunjukkan bahwa terjadi penurunan kematian secara tiba-tiba sebesar 44% dan penurunan kematian akibat semakin parahnya gagal jantung sebesar 26%. berdasarkan data-data yang ada, percobaan β-blocker-vs-mortalitas, metoprolol CR/XL, randomised intervention trial in congestf heart failure (MERIC-HF), adalah sangat mirip dengan misoprolol. Pada penelitian ini, hamper 4000 pasien diambil secara acak untuk metoprolol CR/XL (toprol XL). Kebanyakan pasien adalah penderita gagal jantung kelas II atau III. Lagi-lagi penelitian dihentikan dengan cepat karena terjadi penurunan kematian sebesar 34%, dimana penurunan kematian secara tiba-tiba sebesar 41% dan 49% akibat semakin memburuknya penyakit. Analisa-analisa multiple post-hoc subgroup dianjurkan bahwa semua analisa diuntungkan dari terapi ini.
            Berdasarkan penelitian tersebut, dinyatakan bahwa β-blocker adalah pengobatan yang baik pada gagal jantung kelas II dan III dan β-blocker ini telah menjadi terapi standar untuk pengobatan pasien gagal jantung. Muncul pertanyaan, apakah β-blocker dapat digunakan atau aman digunakan bagi pasien kelas IV. The carvedilol…(Copernicus) penelitian dari Copernicus yaitu mengggunakan carvedilol dalam tritmen yang hebat dan seperti penelitian yang lain, bahwa penelitian dihentikan dengan cepat karena obat-obat itu menunjukan kelangsungan hidup yang lebih lama. Secara specific  carvedilol, relatip menurunkan tingkat kematian sebesar 35% dan yang mengesankan adalah secara absolut tingkat kematian dapat diturunkan sampai 7,1% (dari 18,5%-11,4%). Dengan demikian β-blocker adalah pilihan yang tepat untuk gagal jantung simptomatik sistolik.
            Untuk metkan data-data tentang efek-efek β-blocker dalam perawatan, disini ditunjukkan data untuk memperbaiki banyak kasus. Semua percobaan-percobaan klinik menunjukkan bahwa β-blocker menunjukkan penurunan pasien masuk rumah sakit sebesar 15%-20% dan penurunan sebesar 25%-35% masuk ke rumah sakit akibat gagal jantung. Efek yang positif dari β-blocker pada fungsi sistolventakel kini aadalah sudah diteliti. Dengan mengikuti penelitian dari berminggu-minggu sampai berbulan-bulan terapi, β-blocker dapat meningkatkan (ejection fraction) EF or 5-10 unit (misalnya dari EF 20%-25% atau 30%), untuk menurunkan beban ventricular, untuk memperbaiki bentuk ventrikel dan unntuk menurunkanvolume sistol dan diastol (LVESV dan LVEDV). Efek-efeknya adalah sering disebut “reverse remodeling”, yang menunjukkan bahwa akan kembali yang ditundai dengan ukuran jantung lebih dan normal, begitu juga bentuk dan fungsinya. Efek-efek dari β-blocker dulunya perawatan yang lama dan reverse remodeling or ventrikulat lain harus dibuktikan lagi kemudian beberapa obat lain yang digunakan dalam gagal jantung, ini bukan kasus untuk yang simptomatik. Kebanyak, tapi telah semua penelitian yang menunjukkan perbaikan, yang ada dalam NYHA, (new york heart association), nilai dari gejala-gejala pasien atau kualitas hidup (yang terdiri dari Minnesota living with heart failure questionnaire), dan pelatihan, seperti jalan 6 menit. Dengan demikian, ini adalah penting untuk mendidik pasien sehingga mereka tidak akan perlu untuk tetapi dengan β-blocker dalam hal perbaikan simptomatik, bagaimanapun, perbaikan simptomatik tidak, efek-efek yang positif dalam penyakit dan perawatan masih perlu diantispasi.  
Sejumlah mekanisme yang potensial sudah disarankan untuk menunjukkan efek yang menguntungkan dari β-blocker pada pasien gagal ginjal. Walaupun tidak ada ketemunya yang jelas ini seperti mekanisme dari efek anti aritmia, lambat atau sebaliknya, yang merusak pembentukan kembali ventricular yang disebabkan oleh rangsangan simpatik kematian, miosit diturunkan dari induksi katekolamin, terjadi nekrosis atau apoptosis, dan pencegahan gangguan pada gen/janin, dan efek-efek dari akstivasi SNR yang merusak lainnya.

Penggunaan  β-blocker dalam penanganan gagal jantung,
       Aspek yang penting dalam penggunaan yang aman dari β-blocker dalam gagal jantung adalah pemberian dosis awal yang rendah, dengan meningkatkan dosis secara perlahan-lahan. Pentunjuk langsung yang direkomondasikan sebagai terapi awal pada seorang pasien harus sudah dirancang untuk beberapa minggu. Penelitian baru menunjukkan bahwa terapi awal dengan carvedilol sebelum pasien keluar dari rumah sakit untuk pengobatan gagal jantung ditingkatkan jumlah pasien-pasien yang dirawat dengan β-blocker disbanding dengan pelayanan biasa dan tidak meningkatkan resiko yang serius dari efek samping. Dosis-dosis awal adalah 1/10-1/20 sampai selesai dengan dosis 2x tidak ada frekuensi, kemudian setiap 2x seminggu sampai dosis target dicapai. Dosis awal dan akhir digambarkan pada tabel 14-5. dalam tabel tersebut, dosis awal dari bisoprolol adalah 1,25mg/hari. Dipasaran sedia bisoprolol adalah tablet bisoprolol 5mg. sejak dosis awal bisoprolol tidak dipakai, obat ini sedikit digunakan dari 3 agen, dan ini tidak disetujui oleh FDA (food dan drug administration) untuk digunakan dalam gagal jantung.       
Pertanyaan klinik tentang berupa tingginya dosis yang digunakan secara umum? Harus ada pembuktian yang kuat dengan carvedilol dan metoprolol CR/XL, yang menurunkan ketergantungan pasien rumah sakit pada dosis β-blocker, dengan keuntungan 45 besar pada dosis tinggi. Berdasarkan bahwa dosis rendah mungkin akan memperpanjang perawatan  tapi tempi akan cepat dicapai jika dosisnya tinggi. Itu adalah petunjuk yang penting dalam terapi pada pasien-pasien yang berubungan dengan denyut jantung dan dosis rendah mungkin akan divonis sebagai alasan yang mungkin jika denyut jantung memberikan tanda-tanda khasiat dari  β-blocker. Dengan demikian, hal ini memperlihatkan bahwa pentingnya untuk mengusahakan dosis yang tepat bagi setiap pasien, sehingga menguntungkan bagi pasien (dengan dosis  β-blocker yang rendah memberikan beberapa keuntungan).
        Edukasi pasien tentang terapi dengan β-blocker juga sangat penting untuk menjamin kesembuhan pasien ini sangat penting bahwa pasien memahami bahwa mereka mendapatkan parawatan yang lama, peningkatan dosis secara pelan-pelan untuk memperoleh tingkat kesembuhan yang maksimal. Mereka juga perlu tahu tentang terapi dengan β-blocker 4 bahwa  β-blocker mungkin membuat mereka merasa tidak enak selama fase misiasi. Jika mereka tahu keuntungannya, mereka tidak akan mau untuk tidak akan melanjutkan terapi jika mereka sudah memiliki beberapa keburukan gejala-gejala gagal jantung selama pada pemakaian dosis obat. Hamper semua pasien dapat menolenrasi beberapa dosis dari β-blocker, dan dengan koomunikasi yang bagus antara pasien dengan kesehatan, tetapi β-blocker pada tahap inisiasi akan lebih sukses.

Tabel 14-5. dosis awal dan dosis target untuk β-Bloker yang digunakan pada pengobatan gagal jantung
 


Obat                                                    Dosis awal                               Dosis target
 


Bisoprololb                                          1,25 mg qd                              10 mg qd
Carvedilolb                                          3,125 mg bid                           25 mg bidd
Metoprolol suksinat CR/XLb              12.5-25 mg qdc                        200 mg qd

a Dosis harus double setiap 2 minggu atau jika ditoleransi oleh pasien sampai toleransi  tertinggi  atau dosis target tercapai
b Regimen yang terjamin pada percobaan yang luas yang menurunkan angka kematian
c Dalam MERIT-HF, kebanyakan pada pasien klas II diberikan 25mg/hari, Mengingat kebanyakan pasien klas III diberikan 12,5mg/hari sebagai dosis awal
d Dosis target untuk pasien dengan berat badan > 85 kg adalah 50 mg dua kali sehari.

        Pemilihan yang spesifik pada β-blocker adalah diantaranya “kelas obat” pada bagian bab ini. Berdasarkan data-data klinik yang terbaru, ada beberapa kejelasan dari isu ini,\. Pertama ini kelihatannya sudah selesai, bahwa beberapa asumsi tentang efek kelas setiap obat tidak berkhasiat dan terapinya terbatas pada carvedilol, metoprolol CR/XL ataubisoprolol. Tambahan lagi, data-data memberikan alasan atau bukti-bukti bahwa ini tidak cocok diasumsikan bahwa formulasi pelepasan yang dengan segar yang murah dari metoprolol tetap akan memberikan keuntungan yang setara dengan metoprolol CR/XL. Dan bisoprolol tidak bagus untuk dosis permulaan yang dibutuhkan, pilihan yang tipikal dibatasi pada salah satu carvedilol atau metoprolol CR/XL. Clinician mempertimbangkan bahwa carvedilol adalah pilihan utama, tapi tidak ada bukti yang kuat bahwa carvedilol lebih baik dari metoprolol CR/XL atau bisaprolol. Silahkan lihat “kelas obat” pada bab ini untuk beberapa detail diskusi pada carvedilol atau metaprolol europea trivial (COMET) disbanding carvedilol dengan metoprolol rekposa segar.
        Kesimpulan, data memberikan bukti-bukti bahwa β-blocker salah satu dekt pada penanganan gagal jantung, dibuktikan oleh penurunan tingkat kematian dan masuknya ke rumah sakit. Banyak pasien yang akan memperbaiki kualitas hidup setelah menggunakan terapi dengan β-blocker, walaupun tidak ditemukan secara universal. Berdasarkan data, β-blocker direkomendasikan sebagai terapi standard untuk semua pasien dengan disfungsi sistolik, dengan mengabaikan kerasnya gejala-gejala penyakit itu. 

Diuretik
   Pada gagal jantung akan terjadi penahanan natrium dan air yang berlebihan, sering mendorong ke arah tanda dan gejala yang  berkenaan dengan paru-paru dan sistemik. Sebagai konsekuensinya, terapi diuretik direkomendasikan untuk semua pasien dengan kondisi klinik retensi cairan. Selama menggunakan obat dalam terapi gagal jantung, diuretik adalah sangat berperan dalam mengatasi simptomatik. Kebanyakan paseien gagal jantung diharuskan menjalani terapi dengan diuretic untuk mengontrol cairan tubuh pasien. dan diuretik merupakan terapi dasar bagi pasien gagal jantung. Bagaimanapun, karena diuretik tidak mengubah kemajuan penyakit (memperpanjang masa rawatan), diuretik bukan terapi wajib yang harus dipertimbangkan. Dengan demikian pasien yang tidak mengalami retensi cairan, maka tidak memerlukam terapi diuretik.
            Tujuan utama dari terapi diuretic adalah menurunkan gejala-gajala akibat retensi cairan dan pembengkakan paru-paru, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan pasien gagal jantung untuk masuk rumah sakit. Diuretik akan mengurangi udem dan pembengkan paru dengan cara menugurangi preload. Walaupun preload adalah faktor penentu  keluaran jantung, kurva Frank-Starling (lihat gambar 14-3) menunjukkan bahwa pasien kongestif dicapai pada bagian dasar dari kurva. Penurunan preload akan memperbaiki gejala-gejala tapi terdapat sedikit efek pada volume sekuncup dari jantung atau keluaran jantung sampai pada posisi yang curam pada kurva. Bagaimanapun, terapi diuretic harus digunakan dengan hati-hati karena jika diuretic yang berlebihan dapat menurunkan keluaran jantung dan gejala dehidrasi.
            Satu terapi diuretik yang digunakan, pengaturan dosis didasarkan pada perbaikan gejala-gejala dan berat badan per hari. Perubahan berat badan adalah tanda yang sensitive apakah terjadi retensi atau kehilangan cairan, dan direkomendasikan supaya berat badan pasien dimonitor setiap pagi. Pasien yang mengalami kenaikan berat badan 1 pound perhari atau 3 sampai 5 lb dalam satu minggu maka pasien harus menjumpai pelayanan kesehatan yang akan memberikan  instruksi (akan meningkatkan dosis terapi diuretik). Untuk mencegah akibat buruk dari penggunaan diuretic maka pasien diharuskan dirawat di rumah sakit.

Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid terdiri dari hidroklorotiazid yang akan menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada bagian tubulus convolut distal (kira-kira 5% sampai 8% filtrasi natrium). Tiazid adalah diuretih lemah dan jarang digunakan sendirian pada pasien gagal jantung. Setelah ditinjau secara detail dari “Treatment: Advanced/Decompensated Heart Failure” sampai “Diuretic Resistance”, tiazid seperti metolazone dapat dikombinasikan dengan diuretik yang bekerja pada loop henle. Kombinasi ini sangat menguntungkan.

Diuretik Loop
Diuretik loop sangat luas digunakan pada pasien gagal jantung. Obat ini bertindak pada bagian tubulus menaik yang tebal pada loop of henle, secara normal terjadi reabsorbsi natrium sebesar  20%-25%. Karena diuretic loop banyak berikatan dengan protein plasma, mereka tidak banyak difiltrasi melalui glomerulus. Mereka mencapai bagian tubulus melalui transpor aktif via transpor asam-asam organic. Kompetitor dari jalur ini (probenesid atau bahan organic hasil uremia) dapat menghambat kerja diuretic loop untuk berikatan dengan reseptornya dan akan menurunkan keefektifannya. Diuretik loop juga merangsang pelepasan prostaglandin pada aliran darah ginjal, yang akan mendukung efek natriuretik. Pemberian NSAID’s dan COX-2 inhibitor akan menghambat pelepasan prostaglandin dan dapat mengurangi efek diuretik. Tidak seperti tiazid, diuretik loop menjaga efektifitasnya pada gangguan fungsi ginjal yang lemah, dosis tinggi dibutuhkan untuk mencapai reseptor.
            Gagal jantung adalah salah satu penyakit yang respon maksimalnya terhadap diuretic loop dikurangi. Ini diyakini sebagai hasil dari peningkatan reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal atau distal, yang mungkin terjadi akibat peningkatan ungkapan dan aktifitas dari Na-K-2Cl transporter. Sebagai akibatnya, dosis diatas dosis yang direkomendasikan tidak menghasilkan tambahan diuresis.. Dengan demikian satu dosis harus dicapai, ini direkomendasikan untuk menambah frekuensi pemberian untuk meningkatkan efek dibandingkan peningkatan dosis. Dosis kronis yang sesuai adalah memelihara berat badan yang stabil tanpa gejala  dipsnea. Range dosis diuretik loop dan dosis puncak ditunjukkan pada tabel 14-6.

Digoksin
            Pada tahun 1785, William Withering pertama kali melaporkan tentang penggunaan Digitalis purpurea yaitu untuk pengobatan penyakit gembur-gembur (seperti udem). Glikosida purpurea sudah digunakan secara klinis lebih dari 200 tahun. Sebelum tahun 1920, glikosida purpurea sudah diketahui mempunyai efek inotropik positif pada jantung. Selanjutnya, sebelum tahun 1980an percobaan-percobaan klinis dilakukan untuk menentukan evaluasi kritis dari digoksin pada terapi gagal jantung kronik.. Hasil penelitian dari DIG (Digitalis Investigation Group) membantu untuk mengklarifikasi peran digoksin, gambaran digoksin pada akhir dekade ini sudah berganti. Berdasarkan historinya, ini sudah betul-betul dipertimbangkan untuk pengobatan gagal jantung karena digoksin adalah inotropik positif, sekarang ini digoksin adalah sangat bagus untuk pengobatan gagal jantung, yaitu berdasarkan efek modulasi neurohormonal. 

Efikasi Klinikal dan peran digoksin dalam terapi
            Efikasi  dari digoksin pada pasien gagal jantung dan supraventrikular takiaritmia terdiri dari fibrilasi atrial sudah dipublikasikan dan sudah diterima secara luas.


Tabel 14-6. Diuretik loop: digunakan pada gagal jantung
 


                                                Furosemida                 Bumetanide                 Torsemide

Dosis biasa perhari(PO)                      20-160 mg/hari                        0,5-4 mg/hari               10-80 mg/hari
Ceiling dosea
  Fungsi renal normal               80-160 mg                   1-2 mg                         20-40 mg
  CLCR:20-50 ml/min               160 mg                                    2 mg                            40 mg
  CLCR:<20 ml/min                  400 mg                                    8-10 mg                       100 mg
Boiavailabiliti                          10-100%                      80-90%                                    80-100%
                                                Rata-rata 50%
Dipengaruhi makanan             ya                                ya                                tidak
Waktu paruh                           0,3-3,4 jam                  0,3-1,5 jam                  3-4 jam
 


a Ceiling Dose: Dosis tunggal di atas yang memberikan respon yang tidak mungkin teramati
   diadopsi dari Am J Med Sci. 2000; 319:38-50

            Peran digoksin pada pasien gagal jantung dengan sinus ritme yang normal adalah sangat kontroversial. Sampai tahun 1980an, banyak data yang mendukung efikasi digoksin yang datang  dari bukti-bukti yang konyol dan kerusakan yang serius atau penelitian yang tidak terkontrol. Sejak itu, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa digoksin dapat memperbaiki  LVEF, kualitas hidup, toleransi latihan dan simptom gagal jantung.. Bagaimanapun, penelitian yang rumit, yang diikuti oleh sedikit pasien untuk periode waktu yang singkat dengan banyak pasien menjadi gambaran dari sebelum digoksin ada dalam pengobatan pada percobaan tersebut. Walaupun paa penelitian terjadi perbaikan hemodinamik dan simptomatik pada pasien gagal jantung setelah menerima digoksin, isu tentang tidak terpecahkannya masalah, menyebabkan efek digoksin penyebab kematian menjadi tidak diketahui. Ini menjadi bukti-bukti yang memberikan keterangan bahwa kenaikan angka kematian disebabkan oleh obat inotropik positif lain dan akhirnya DIG menetapkan efek digoksin pada kelangsungan hidup pasien dengan gagal jantung pada sinus ritme.
            Penelitian oleh DIG adalah double blind, randomisasi, kontrol placebo dengan end point primer dari semua kasus angka kematian pasien (n=6800) dengan gejala gagal jantung dari EF 45% atau lebih kecil adalah memenuhi syarat dan diikuti rata-rata 37 bulan. Kebanyakan pasien pernah menerima terapi diuretik dan ACE-inhibitor. Rata-rata konsentrasi digoksin mencapai 0,8 ng/ml sesudah 12 bulan terapi. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada semua kasus kematian yang sudah dijumpai antara pasien yang sedang meneriam digoksin dan placebo (berturut-turut 34,8% dan 35,1%). Kecenderungan menunjukkan penurunan angka kematian terhadap gagal jantung yang parah dengan diobservasi dalam grup digoksin, walaupun ini dapat menutupi kerugian dari kecenderungan peningkatan angka kematian karena penyakit yang disebabkan oleh kardiovaskuler lain (barangkali karena aritmia) pada pasien yang menerima digoksin. Masuknya pasien gagal jantung yang parah kerumah sakit menurun  28% setelah memakai digoksin dengan placebo (p<.001), mengingat penderita penyakit kardiovaskuler lainnya masuk ke rumah sakit semakin meningkat setelah menerima grup digoksin. Pada semua kasus, 64,3% pengobatan dengan digoksin yang masuk rumah sakit adalah 67,1% pasien yang menerima placebo (p=.006). Oleh karena itu, DIG pada penelitian pertamanya pada agen inotropik positif tidak meningkatkan angka kematian pada pasien gagal jantung.
            Walaupun digoksin tidak memperbaiki kelangsungan hidup pasien yang gagal jantung, data analisis multiple post-hoc dari dari evaluasi studi menunjukkan bahwa efek digoksin akan membantu menjelaskan peran digoksin untuk pengggunaan pada pasien  sinus ritme. Kolektifeli, penelitian itu menganjurkan bahwa obat-obat untuk memproduksi simptomatik yang penting dan ketergantungan digoksin dapat meningkatkan resiko pengobatan gagal jantung dan memperburuk  kapasitas latihan dan EF. Selanjutnya, resiko semakin buruknya simptomatik pada gagal jantung sesudah menghentikan digoksin semakin besar pada pasien dengan simptom yang hebat. Berdasarkan bukti-bukti, sekarang digoksin direkomendasikan untuk pasien gagal jantung fase III, bersama-bersama dengan ACE-inhibitor, β-bloker dan diuretic, untuk memperbaiki symptom dan status klinik.
            Dosis yang cukup atau konsentrasi plasma untuk digoksin juga harus dijelaskan dengan penelitian yang terbaru. Satu telah dilaporkan bahwa peningkatan konsentrasi plasma digoksin dari rata-rata 0,67 – 1,22 ng/ml dihasilkan hanya sedikit peningkatan pada EF (2,37%-27,1%) tapi tidak memperbaiki simptom, toleransi latihan, atau level neurohormonal. Penelitian yang lain menemukan bahwa peningkatan konsentrasi plasma digoksin dari 0,8 menjadi 1,5 ng/ml menimbulkan penambahan efek pada EF dan demikian juga tidak memperbaiki variabel hemodinamik lain atau indeks dari fungsi neurohormonal. Ada dua analisis yang terbaru yaitu kombinasi PROVED/RADIANCE database dan DIG trial database, menawarkan penambahan wawasan untuk klinik yang menguntungkan dari konsentrasi serum digoksin yang rendah pada pasien gagal jantung. Pada semua pasien, pada penelitian PROVED & RADIANCE yang dilanjutkan dengan memakai digoksin yang signifikan lebih baik dari yang dihentikan, yang mempunyai konsentrasi plasma digoksin antara 0,5 dan 0,9 ng/ml akan terbebas dari serangan jantung yang parah dibanding dengan konsentrasi plasma yang tinggi. Analisis retrospektif dari database penelitian DIG menganjurkan bahwa konsentrasi serum digoksin dari 0,5-0,8 ng/mg diumumkan dapat menurunkan angka kematian, mengingat konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan angka kematian.. Pada analisis post-hoc lain pada DIG, terapi digoksin diumumkan dapat meningkatkan resiko kematian pada wanita dan bukan pria.

            Hasil penelitian menganjurkan bahwa yang lebih menguntungkan dari digoksin adalah tercapainya konsnetrasi plasma terendah dan sedikit penambahan efek dicapai dengan dosis yang lebih tinggi. Kemudian untuk kebanyakan pasien, konsentrasi serum ditargetkan mencapai 0,5-1 ng/ml. Ini merupakan target yang konservatif yang diharapkan dapat menurunkan resiko efek samping dan toksisitas digoksin. Kebanyakan pasien dengan fungsi ginjal yang normal, range konsentrasi plasma dicapai dengan dosis perhari  0,125 mg. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal, pada pasien lansia atau yang menerima obat-obat yang berinteraksi (misal amiodaron) harus menerima 0,125 mg tiap hari yang lain. Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan respon ventrikular yang cepat, maka praktis dibutuhkan peningkatan dosis (dan konsentrasi plasma) sampai kontrol laju dapat dicapai tidak ada direkomendasikan. Pemberian digoksin sendiri sering tidak efektif untuk mengontrol pasien ventrikular pada pasien dengan atrial fibrilasi dan peningkatan dosis hanya meningkatkan resiko keracunan. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa kombinasi digoksin dengan carvedilol adalah sangat bagus sebagai  agen tunggal untuk mengontrol respon ventrikular pada pasien atrial fibrilasi dan gagal jantung. Oleh karena itu, dengan mengabaikan dosis yang sama, apakah pasien menderita karena sinus ritme atau atrial fibrilasion? Kontrol laju yang cukup harus dapat dicapai dengan penambahan β-bloker atau amiodaron. Beberapa  equation dan monogram harus sudah dikemukakan untuk menganjurkan dosis pertahanan berdasarkan fungsi ginjal dan parameter farmakokinetik lainnya.

0 comments: