Thursday 23 May 2019

Prosedur Dan Tata Cara Pemusnahan Obat Kadaluwarsa atau Rusak Di Apotek


Pemusnahan 
1. Obat  kadaluwarsa  atau  rusak  harus  dimusnahkan  sesuai dengan jenis dan bentuk  sediaan.  Pemusnahan  Obat  kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 seperti dibawah ini,

2. Buat Daftar Obat ED yang akan dimusnahkan

Harus tersedia daftar inventaris bahan obat dan Obat-Obat Tertentu yang akan dimusnahkan sekurang-kurangnya mencakup nama, bentuk dan kekuatan sediaan, kuantitas obat, nomor bets, dan tanggal daluwarsa. (Ini kalo Jumlah Banyak Kayak di PBF) Kalo untuk Apotek Cukup Seperti gambar dibawah ini, sesuai PMK RI no 73 tahun 2016


3. Pemusnahan  Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

4. Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan diversi dan pencemaran lingkungan

5.Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus ditandatangani juga oleh pihak ketiga (Ini kalo kita pake Insenerator kan apotek pasti gak punya tuh.

6.Penanggungjawab sarana yang melaksanakan pemusnahan Obat-Obat ED harus membuat Berita Acara Pemusnahan. 


Cara dan prosedur pemusnahan obat untuk obat diluar obat Narkotik, Psikotropik, dan Prekursor dapat dilakukan secara mandiri oleh Apotek dengan tetap menyiapkan Berita Acara dan Daftar Obat ED 4 Rangkap Sesuai Ketentuan dan cukup disaksikan oleh 2 orang saksi yaitu Tenaga Teknis kefarmasian yang Mempunyai Ijin.
1. Siapkan Berkas Berita Acara dan Daftar Obat ED
2. Kumpulkan Obat ED dengan dipilah Sesuai Bentuk Sediaan
a. Sediaan Cair
Beberapa obat-obatan yang aman dan biodegradable dalam bentuk cairan seperti sirop, dan infus dapat dilarutkan dalam sejumlah besar air hingga encer dan dibuang ke saluran pembuangan air sedikit demi sedikit selama periode tertentu (tanpa memberikan dampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan)
Obat atau larutan antiseptik cair yang telah sangat encer dapat dibuang dengan cara ini.
b. Sediaan Padat Dan Setengah Padat
1. Dibuang ke tempat penimbunan sampah setelah dikeluarkan dari wadahnya. Tiap harinya tidak boleh melebihi 1% dari limbah rumah tangga.
2. Enkapsulasi
Enkapsulasi berarti imobilisasi obat-obatan dengan memadatkannya dalam tong plastik atau besi.
Sebelum dipergunakan, tong harus bersih dan kandungan sebelumnya harus bukan bahan yang mudah meledak atau berbahaya. Tong diisi hingga 75% kapasitasnya dengan obat- obatan padat atau setengan padat, lalu sisa ruang dipenuhi dengan campuran kapur- semen- air (15:1:15) hingga terisi penuh, kemudian tong ditutup dengan dikelim atau pengelasan.
3. Inersiasi
Insinerasi suhu sedang dan tinggi
4. Pengenceran 
Untuk Sediaan Padat Seperti Tablet bisa dengan cara direndam dalam air Yang Banyak sampai larut dan dibuang, ini tidak perlaku untuk obat antiinfeksi, sitotastik, dan obat lain yang dapat mempengaruhi pencemaran dan membahayakan lingkungan.


Ok, Guys sampai disini dulu untuk cara pemusnahan obat kadaluwarsa/ Ed untuk di pelayanan kefarmasian khusunya di Apotek.








7 Peran Apoteker Terkini Dalam Pelayanan Kefarmasiaan di Apotek

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.


2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan  dengan  menggunakan  seluruh  sumber  daya  yang  ada secara efektif dan efisien.

3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati  dan  efektif,  serta  kemampuan mengkomunikasikan dan  mengelola  hasil keputusan.

5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang  berhubungan  dengan Obat.

6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus  meningkatkan  pengetahuan,  sikap  dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD)

7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi  Sediaan  Farmasi  dan  Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK TERKINI PMK RI NO 73 TAHUN 2016

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana  dimaksud  meliputi:

A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian  maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur  resmi  sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian  jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

D. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi  dipindahkan  pada wadah lain, maka harus  dicegah  terjadinya  kontaminasi  dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi  yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First  Out)  dan FIFO (First In First Out)

E. Pemusnahan dan penarikan
1. Obat  kadaluwarsa  atau  rusak  harus  dimusnahkan  sesuai dengan jenis dan bentuk  sediaan.  Pemusnahan  Obat  kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain  yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan  melebihi  jangka  waktu  5  (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara  Pemusnahan  Resep menggunakan Formulir  2  sebagaimana  terlampir  dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai  dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh  Menteri.

F.  Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk  mempertahankan  jenis  dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem  pesanan  atau  pengadaan,  penyimpanan  dan   pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya  kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal  dan  eksternal.  Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang  dan  laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.


2. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud meliputi:
a. pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas; dan
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat). 
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari  hasil  pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

b. dispensing;
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan  nama  Obat,  tanggal  kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah  yang  tepat  dan  terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara  penggunaan  serta  jenis  dan  jumlah  Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4.  Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;
5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya;
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);
9. Menyimpan Resep pada tempatnya;
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek  penggunaan  Obat  kepada  profesi  kesehatan  lain,  pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis,  bentuk  sediaan,  formulasi  khusus,  rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,  interaksi,  stabilitas,  ketersediaan,  harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan); memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
1. Topik Pertanyaan;
2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien  sedang  hamil/menyusui, data laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan  kepatuhan  sehingga  terjadi  perubahan  perilaku  dalam  penggunaan  Obat  dan   menyelesaikan   masalah   yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai  rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief  Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau  keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
1. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
2. Pasien yang    menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).
3. Pasien dengan polifarmasi; pasien  menerima  beberapa  Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.
4. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c. Apa  yang  dijelaskan  oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda
tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.

e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker  sebagai  pemberi  layanan  diharapkan  juga  dapat  melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk  kelompok  lansia  dan  pasien  dengan  pengobatan penyakit kronis lainnya.
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan
2. Identifikasi kepatuhan pasien
3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah  tersebut  sudah  atau  berpotensi akan terjadi
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi  yang  telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan  yang  terjadi  pada  dosis  normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat.
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.