Thursday 29 October 2015

Penyakit Asma / Asthma

Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer and Bare, 2002).

2.1.2        Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkial.
a.         Faktor predisposisi
1)        Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b.        Faktor presipitasi
1)        Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a)    Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b)   Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
c)    Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitseperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
2)        Perubahan cuaca.
     Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3)        Stress
     Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4)        Lingkungan kerja.
     Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5)        Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6)        Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut (Dipiro, et al., 2008).

2.1.3        Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru; penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan jalan nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan sel efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan semakin parahnya obstruksi, PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik (Katzung, et al., 2006).

Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa batuk terutama pada malam atau dini hari, sesak napas, napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya, rasa berat di dada dan dahak sulit keluar.  Sedangkan gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah Serangan batuk yang hebat, Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk dan Kesadaran menurun (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007).
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma, diantaranya:
a.         Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
b.        Sianosis karena hipoksia
c.         Gejala retensi CO : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

 Diagnosis
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter.
a.         Pemeriksaan Fungsi Paru
1)        Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2)        Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%. Berikut adalah cara pemeriksaan variabilitas APE yaitu:
         APE malam – APE pagi
       Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
        ½ (APE malam + APE pagi)

Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007).
b.        Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c.         Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2008).

 Klasifikasi
a.         Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1)        Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti  serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
2)        Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3)        Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

0 comments: