Tuesday 9 February 2016

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek PMK 35 Tahun 2014

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menkes RI, 2014). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian, pada Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi:

a. pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
b. Pelayanan Farmasi Klinik.

Pasal 3 ayat (2) sebagai mana dimaksud pada ayat 1, dinyatakan bahwa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi:


a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
i. obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
ii. semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
iii. sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
iv. pengeluaran obat memakai sistem FEFO dan FIFO.
e. Pemusnahan
i. obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
ii. pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
iii. resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep, dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengandaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. 
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Sedangkan pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

Pada Pasal 3 ayat (3) disebutkan bahwa pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuain farmasetik dan pertimbangan klinis. 
1) kajian administratif meliputi: 
i. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan. 
ii. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik, alamat, nomor telepon dan paraf. 
iii. tanggal penulisan resep. 
2) kajian kesesuaian farmasetik meliputi: 
i. bentuk dan kekuatan sediaan 
ii. stabilitas 
iii. kompatibilitas (ketercampuran obat) 
3) pertimbangan klinis meliputi: 
i. ketepatan indikasi dan dosis obat 
ii. aturan, cara dan lama penggunaan obat 
iii. duplikasi dan/atau polifarmasi 
iv. reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain) 
v. kontra indikasi 
vi. Interaksi 
Apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.


b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut: 
i. menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep 
ii. melakukan peracikan obat bila diperlukan 
iii. memberikan etiket 
iv. memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan obat yang salah. 
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut: 
i. sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). 
ii. memanggil nama dan nomor tunggu pasien 
iii. memeriksa ulang identitas dan alamat pasien 
iv. menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat 
v. memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat 
vi. penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik 
vii. memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya 
viii. membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan) 
ix. menyimpan resep pada tempatnya 
x. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.


c. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.


d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.


e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.


f. Pemantauan Terapi Obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.


g. Monitoring Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

0 comments: