Tuesday 9 February 2016

Tinjauan Umum Apotek Terbaru


Definisi Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pasal 1, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan pengertian dari pelayanan kefarmasian itu sendiri adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.


Tugas dan Fungsi Apotek
Apotek merupakan tempat bagi Apoteker dalam melakasanakan pengabdian profesi berdasarkan keilmuan, tanggung jawab dan etika profesi. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Apotek pasal 2, tugas dan fungsi apotek adalah: 
a. tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 
b. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. 
c. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus meyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.


Persyaratan Pendirian Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PERS/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek pasal 6, apotek harus memenuhi syarat: 
a. untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. 
b. sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. 
c. apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.


Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu apotek adalah harus memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). Untuk memperoleh SIPA, Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Berdasarkan Paraturan Menteri Kesehatan RI No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian pasal 7, untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: 
a. memiliki ijazah Apoteker. 
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi. 
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker. 
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin praktek. 
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.


Menurut pasal 17, setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin yang dimaksud berupa: 
a. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian. 
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Apoteker pendamping difasilitas pelayanan kefarmasian. 
c. SIKA (Surat Izin Kerja Apoteker) bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian difasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran. 
d. SIKTTK (Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian) bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.


Perizinan Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PERS/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Mengubah beberapa ketentuan seperti dalam pasal 1, 4, 7, 9, 25, 26. 
Pasal 1, Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. 
Pasal 4 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Apotek, izin mendirikan apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dimana Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 
Pasal 7 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah: 
(1) Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
(3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala BPOM selambat- lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
(4) dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.

(5) dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek. 
(6) dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala BPOM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. 
(7) terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.


Pasal 9, menyatakan permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud Pasal ayat (5) dan atau Pasal ayat (6), atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya. 
Pasal 25 tentang Pencabutan Surat Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila: 
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan atau;

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam hal menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin dan mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten dan atau;
c. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus dan atau;
d. terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau;
e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut dan atau;
f. pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang- undangan dibidang obat dan atau;

g. apotek tidak lagi memenuhi persyaratan apotek. 
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat.


Menurut Pasal 26, pelaksanaan pencabutan izin apotek karena apotek tidak lagi memenuhi persyaratan apotek dilakukan setelah dikeluarkan: 
a. peringatan secara tertulis kepada Apoteker Penanggung Jawab sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.


b. pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. 
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan.

Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dan Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

0 comments: