Alergi merupakan
suatu reaksi menyimpang dari tubuh seseorang, khususnya terhadap rangsangan
yang disebabkan oleh suatu pemicu yang disebut alergen. Sering kali alergi yang ada hubungannya dengan sistem imun
tubuh yang bekerja secara berlebihan dan
berkaitan dengan faktor keturunan. Pada umumnya, reaksi-reaksi imun melindungi
tubuh terhadap alergen yang memasuki peredaran darah. Sebagian gejalanya
ditunjukan untuk mengeluarkan alergen tersebut, seperti dengan bersin dan
batuk. Gejala lainnya merupakan perasaan sesak di dada karena kesulitan
bernapas, mata merah/ gatal, dan gatal pada kulit (Tan dan Kirana, 2010).
REAKSI ALERGI
Contoh masing- masing alergen tersebut, antara
lain :
1.
Alergen
inhalan : bulu hewan, tungau, debu rumah, dan jamur.
2.
Alergen
ingestan : telur, susu, ikan, udang, daging babi, tomat, kopi, cokelat, kacang
tanah, dan obat oral.
3.
Alergen
kontaktan : tumbuhan beracun, kosmetika dan logam (perhiasan, jam tangan, dan
lain sebagainya).
4.
Alergen
injektan : penisilin.
(Tan dan Kirana, 2010)
Pollen
adalah benang sari dari tanaman yang penyerbukannya dilakukan oleh angin.
Sebetulnya butir-butir tepung ini merupakan sel perbanyakan benang sari dari
jenis rumput dan pohon, yang terbentuk dalam jumlah besar sekali. Bila alergen
adalah tepung sari, maka terjadilah alergi terhadap pollen yang juga disebut
demam musiman, yaitu demam yang disebabkan oleh alergi terhadap rumput kering (Tan
dan Kirana, 2010).
Demam musiman (hay fever) sebagai akibat dari
penggabungan antigen-antibodi sel- sel tertentu yang berada disaluran pernapasan
melepaskan zat-zat perantara (mediator), antara lain histamin, prostaglandin,
dan leukotrien. Mast cells ini
berfungsi menetralisasi serangan dari “penyerbuakan asing” antara lain
mengusahakan untuk mengeluarkannya (bersin hebat dan mata berair). Setiap
penderita demam musiman mengenal gejala-gejala ini, yang sering kali disertai
radangan selaput lendir (hidung tersumbat, mata merah, rasa terbakar, biduran,
gatal-gatal, dan nyeri tenggorokan) (Tan dan Kirana, 2010).
Debu rumah merupakan salah satu penyebab alergi utama
karena hampir selalu mengandung banyak tungau. Serangga transparan sebesar
0,3mm hanya dapat dilihat dengan mikroskop, hidup ditempat panas (diatas 18˚C)
dan lembab
(kelembapan relatif di atas 75%) misalnya dikasur, selimut dan karpet. Satu gram debu kasur dapat
mengandung sampai 15.000 tungau, yang hidup dari serpihan kulit manusia dan
hewan. Yang bersifat alergen adalah tinjanya yang sebagai potongan-potongan
dari ± 0,002-0,010 mm dihirup dan memasuki
saluran pernapasan (Tan dan Kirana, 2010).
Karena
kebanyakan obat berbentuk senyawa dengan bobot molekul rendah, yang sebagai
senyawa itu sendiri masih belum memiliki sifat antigen, timbul pertanyaan,
dengan cara bagaimana obat-obat ini menimbulkan pembentukan antibodi dan dengan
demikian memenuhi persyaratan untuk reaksi alergi. Berdasarkan banyak penemuan
hasil eksperimen maka berlaku mekanisme berikut : bahan obat salah satu dari
metabolitnya sebagai praantigen (semiantigen, hapten) berikatan secara kovalen
dengan suatu makromolekul tubuh sendiri, umumnya suatu protein, membentuk
antigen kompleks (antigen penuh). Terhadap antigen penuh ini dibentuk antibodi
(Mutschler, 1991).
Disini
spesifikasi antibody disiapkan untuk melawan bahan obat dan tidak melawan makromolekul,
ini berarti bahan obat atau suatu bagian dari bahan obat merupakan gugus
penentu (kelompok yang merumuskan antibodi). Reaksi antibodi dengan gugus
penentu bahan obat adalah penyebab antigenitas gugus. Disini diartikan bahwa
obat-obat yang secara kimia dan farmakologi berbeda dapat menimbulkan reaksi
alergi yang sama, sejauh mereka memiliki determinan (penentu) yang sama. Karena
itu suatu alergi dapat berupa melawan suatu senyawa tertentu juga karena suatu
reaksi alergi terhadap suatu bahan lain yang dekat
hubungannya dengan senyawa asal, tanpa sebelumnya diberikan kontak dengan bahan
tersebut, ini disebut alergi silang. Suatu contoh khas adalah antigenitas gugus
dan demikian juga alergi silang dari senyawa-senyawa dengan gugus amino
aromatik primer posisi para (prokain, p-amino asam salisilat, sulfonamide)
(Mutschler, 1991).
Reaksi hipersensitivitas dibedakan atas
:
1.
Jenis segera (reaksi segera)
2.
Jenis lambat (reaksi lambat)
dan
3.
Bentuk-bentuk khusus
Reaksi antigen-antibodi
umumnya berlangsung dengan tenang, artinya tanpa tanda-tanda luar yang dapat
dikenal. Walaupun demikian, dalam kasus-kasus tertentu pada kontak dengan
antigen berulang-ulang
dapat terjadi reaksi berlebihan, yang merusak bagi organisme. Sejauh hal itu
terjadi dalam waktu beberapa detik atau menit setelah terdedah allergen, maka
disebut hipersensitif jenis segera dan
menurut reaksinya ada yang disebut reaksi anafilaktik (Mutschler, 1991).
REAKSI
ANAFILAKTIK
Pada sensibilisasi
dibentuk terutama immunoglobulin tipe Ig
E (regain). Antibodi Ig E mempunyai kemampuan melekat pada permukaan sel mast
atau granulosit basofil. Jika pada suatu kontak berikutnya, allergen yang masuk
bereaksi dengan antibodi Ig E dan karena itu membentuk jembatan antara dua
tempat ikatan antigen, maka ini ternyata bekerja sebagai rangsangan terhadap
sel dan menyebabkan perubahan sturuktur
membran sel. Sel mengosongkan granulanya dan kemudian membebaskan mediator yang sangat aktif antar lain
adalah histamin, bradikinin, serotonin, SRS- A (Slow Reacting Substance Of
Anaphylaxis) dan prostaglandin. Terjadi reaksi-reaksi sekunder khas yang
disebut reaksi anafilaktik khususnya
vasodilatasi, gangguan ketelapan
dinding kapiler atau kontraksi otot bronkhus.
Reaksi-reaksi anafilaktik dapat terjadi pada tempat-tempat terbatas
(misalnya asma bronkhiale, hayfever, urtikaria, udem angioneurotik) atau menyeluruh ( misalnya setelah
suntikan intravasal dengan obat atau setelah gigitan lebah atau gigitan
penyengat). Pada reaksi anafilaktik menyeluruh terdapat bahaya penurunan tekanan
darah massif (syok anafilaktik) (Mutschler,
1991).
0 comments:
Post a Comment