Aktivasi sistem imun
spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting cell (APC),
diantaranya sel makrofag, sel dendritik, sel langerhans, dan sel limfosit B. Tahap
paling awal aktivasi sistem imun adalah fagositosis/internalisasi antigen oleh
sel APC, dilanjutkan dengan proses proteolisis menghasilkan peptida dengan 8-14
asam amino.
Antigen yang sudah diolah ini selanjutnya digabungkan dengan
protein khusus yang disebut MHC (mayor
histocompatibility complex). Kompleks antigen MHC ditampilkan di permukaan
sel APC untuk kemudian ditangkap oleh reseptor sel T (CD4) (Gunawan, 2009)
Sel T Helper (CD4) yang
teraktivasi akan memproduksi berbagai sitokin, terutama interleukin-2 yang
berperan mengaktifkan sel T Helper 1 dan sel T Helper 2. TH1 menghasilkan
interferon gamma (IFN-γ), IL-2, dan tumor necrosis factor β (TNF β), yang
nantinya akan mengaktifkan sel T sitotoksik (CD8), makrofag, dan sel natural
killer (NK) untuk respon imunitas seluler. Sedangkan sel. TH2 menghasilkan IL-4,5,6,
dan 10 yang nantinya mengaktifkan sel B menjadi sel plasma penghasil antibodi
(gunawan 2009).
Sebagian sel B dan sel
T yang sudah teraktivasi akan disimpan sebagai sel memori yang nantinya
dikerahkan untuk respons sekunder. Respons terhadap antigen ekstrasel terjadi
melalui kerja TH2 yang berakhir pada pembentukan antibodi netralisasi.
Sebaliknya respon terhadap organisme intasel seperti mikobakterium berkaitan
dengan TH1 yang berakhir pada aktivasi sel makrofag. Sel T sitotoksik mengenal
peptida yang disajikan oleh sel-sel yang terinfeksi virus. Sel NK dapat
mengenal dan menghancurkan sel-sel tumor dan sel-sel yang terinfeksi (Gunawan,
2009).
Dua
jenis sel darah putih yang memegang peranan penting dalam sistem imunitas
adalah magrofa dan limfosit. Respon inmun terhadap suatu antigen dimulai
pertama-tama dengan penyerapannya oleh magrofa, yang kemudian menyajikan
antigen tersebut kepada limfosit. Seperti diketahui limfosit terdiri dari dua jenis,
yakni T-cell dan B-cell (Tan dan Kirana, 2002)
Tujuan akhir dari dua
imunitas yang secara artifisial dapat ditimbulkan dengan jalan vaksinasi adalah
untuk menciptakan perlindungan dari tubuh terhadap antigen atau terhadap
mikroba yang membawanya. (Tan dan Kirana, 2002)
- Imunitas
aktif
Kekebalan aktif
diperoleh sebagai akibat dari infeksi dengan kuman patogen, atau dapat juga
secara buatan melalui penyuntikan dengan kuman patogen yang telah mati,
dilemahkan atau dengan produk metabolismenya. Untuk imunisasi aktif ini
digunakan vaksin (cacar, kolera, pertusis, pes, tbc, rabies, influenza, dan
polio). Begitu pula toksoid ( difteri dan tetanus), yakni toksin kuman yang
dibuat tidak toksik lagi dengan jalan manipulasi kimiawi. Tujuan pemberian
vaksin adalah merangsang imunitas selular maupun imunitas humoral seperti yang
layaknya timbul sebagai reaksi terhadap suatu infeksi alami (Tan dan Kirana,
2002)
Antibodies (
imunoglobulin) yang dibentuk oleh tubuh pada imunisasi aktif diekskresikan
lebih lambat dari pada antibodi yang diberikan dari luar sebagai serum (imunisasi pasif). Dengan demikian imunisasi
aktif terutama digunakan bila dikehendaki kekebalan yang lama terhadap suatu
penyakit. Lazimnya imunitas ini
berlansung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dapat ditimbulkan
kembali dengan penyuntikan ulang (booster). Tujuan injeksi booster atau
revaksinasi pertama, yang diberi paling lambat setelah 6 bulan serentetan
injeksi primer, adalah untuk memperkuat imunitas yang semula yang telah
ditimbulkan. Injeksi primer dan revaksinasi
pertama disebut imunisasi dasar. (Tan dan Kirana, 2002)
- Imunisasi
pasif
Antisera, imunosera
atau singkatnya sera adalah sera hewan yang mengandung antibodi spesifik dalam
kadar tinggi. Anti sera diperoleh dari suatu penyuntikan antigen tertentu
kedalam jaringan seekor hewan (imunitas aktif), yang kemudian membentuk
antibodi. Kemudian serum dengan antibodi tersebut dipisahkan dan disuntikkan
kedalam tubuh hewan lain atau manusia, yang menimbulkan kekebalan pasif
terhadap penyakit tersebut. Cara ini
dinamakan imunisasi pasif. (Tan dan Kirana, 2002)
Fungsinya adalah
menghindari penyebaran hama infeksi dan pembiakan dalam jaringan. Umumnya sera
anti bakterial memiliki khasiat terapi yang rendah sekali. Sebaliknya sera
terhadap infeksi virus memiliki khasiat yang tinggi bila diberikan pada
permukaan masa inkubasi. Efeknya kecil sekali atau tidak ada bila diberikan
setelah penyakitnya sudah berjangkit (Tan dan Kirana, 2002)
Imunitas yang diperoleh
dengan imunisasi pasif ini selalu bertahan agak singkat, biasanya hanya
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penggunaan pada keadaan akut, misalnya
bila infeksi sudah terjadi, maka imunisasi aktif sudah tidak dapat digunakan
dengan efektif. Penyebabnya ialah masa inkubasi suatu infeksi berlansung antara
2-5 hari, sedangkan pembentukan antibodi dalam tubuh umumnya membutuhkan waktu
beberapa minggu. Pengecualiaan adalah pada rabies dengan tunas yang panjang (
serum anti-rabies) (Tan dan
Kirana, 2002).
Tipe imunitas seseorang
berbeda-beda, kemampuan tubuh terhadap penyakit bisa dipengaruhi secara alami
maupun dapatan. Faktor alami yang mempengaruhi antara lain spesies, ras,
keturunan atau faktor individu. Imunitas dapatan dapat diperoleh secara alami
yang diperoleh akibat serangan infeksi, penyakit yang kemudian menghasilkan
imunitas aktif atau imunitas pasif. Imunitas dapatan yang aktif diberikan
antigen secara injeksi seperti toksin, bakteri dan beberapa bahan lainnya. Penggunaan
imunitas yang tepat dapat mengurangi penyakit, namun penggunaan imunitas yng
umum dapat menyebabkan resistensi (Karsner, 1921).
HISTAMIN
Alergi, istilah ini disebut juga hipersensitifitas, yang menggambarkan
reaktivitas khusus dari tuan rumah terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul
pada kontak keduakali atau berikutnya. Reaksi hipersensitivitas ini meliputi
sejumlah peristiwa autoimun dan alergi eksogen atas dasar proses imunologi.
Pada hakekatnya proses imunologi tersebut, walaupun bersifat merusak, berfungsi
melindungi organisme terhadap zat – zat asing yang menyerang tubuh
(Tan dan
Kirana, 2008).
Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali ke dalam aliran
darah seseorang yang berbakat hipersensitivitas tinggi, maka limfosit-B akan membentuk antibodi dari tipe IgE.
IgE ini , yang juga disebut Reagin , mengikat diri pada membran mast-cells
tanpa menimbulkan gejala (Tan dan Kirana,
2008).
PEMBAGIAN HISTAMIN
Pembagian
histamin atas 2, diantaranya :
1.
Histamine Endogen
Histamin berperan penting dalam
fenomena fisiologis dan patologis terutama pada anafilaksis, alergi, trauma dan
syok. Selain itu terdapat bukti bahwa histamine merupakan mediator terakhir
dalam respon sekresi cairan lambung; histamine juga mungkin berperan dalam regulasi
mikrosirkulasi dan dalam fungsi SSP (Neal,2006).
Histamin terdapat pada hewan antara
lain pada bisa ular, zat beracun, bakteri dan tanaman. Hampir semua jaringan
mamalia mengandung precursor histamine. Kadar histamine paling tinggi ditemukan pada kulit, mukosa usus, dan
paru-paru (Neal,2006).
Histamine
asal makanan atau yang dibentuk bakteri usus bukan
merupakan sumber histamine endogen karena sebagian besar histamine ini
dimetabolisme di dalam hati, paru-paru serta jaringan lain dan dikeluarkan
melalui urin. Enzim penting untuk sintesis histamine adalah L-histidin
dekarboksilase. Depot utama histamin ialah mast cell dan juga basofil dalam darah (Neal,2006).
2. Histamine Eksogen
Histamine
eksogen bersumber dari daging, dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang
membentuk histamine dari histidin. Sebagian histamine diserap kemudian sebagian
besar akan dihancurkan dalam hati, sedangkan sebagian kecil masih ditemukan
dalam arteri tetapi jumlahnya terlalu rendah untuk merangsang sekresi lambung.
Pada pasien sirosis hepatis, kadar histamine dalam darah arteri akan meningkat
setelah makan daging, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya tukak peptik
(Neal,2006).
Histamine diserap secara
baik setelah pemberian SC atau IM. Efeknya tidak ada karena histamine cepat dimetabolisme dan
mengalami difusi ke jaringan. Histamine yang diberikan oral tidak efektif
karena diubah oleh bakteri usus menjadi N-asetil-histamin yang diserapkan
diinaktivasi dalam dinding usus atau hati (Neal,2006).
Pada manusia
ada dua jalan utama dalam metabolisme histamine, yaitu: (1) metilasi oleh
histamine-N-metiltransferase menjadi N-metilhistamin; N-metilhistamin oleh MAO
diubah menjadi asam N-metil imidazol asetat; (2) deaminasi oleh histamine atau
diaminoksidase yang non-spesifik menjadi asam imidazol asetat dan mungkin juga
dalam bentuk konjugasinya dengan ribose. Metabolit yang
terbentuk akan dieksresikan dalam urin (Neal,2006).
IgE merupakan kelas utama antibodi reaginik. Pada pasien
alergi kadar antibodi spesifik bisa meningkat sampai 100 kali lebih banyak
daripada normal. Terikatnya bagian Fc antibodi dengan reseptor pada sel mast,
diikuti oleh ikatan silang molekul yang berdekatan oleh antigen, memicu
degranulasi oleh suatu mekanisme yang melibatkan influks Ca2+
(Neal,2006).
Sel mast berisi simpanan histamin
tubuh dan terdapat pada hampir seluruh jaringan. Dalam sel mast, histamin
berikatan dengan heparin pada granula sitoplasma. Secara normal pelepasan
histamin melibatkan influks ion Ca2+ dan karena permiabilitas
membran sel terhadap ion Ca2+ berkurang ketika kadar adenosin
monophosphat siklik (cAMP) intreseluler meningkat, obat-obat yang menstimulasi
sintesis cAMP (agonis adrenoseptor β2 mengurangi pelepasan histamin) (Neal,2006).
Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan pada sistem
daya tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor yaitu reseptor
H1, H2, dan H3. Reseptor H1 secara selektif diblok oleh antihistaminika, (H1
blockers), reseptor H2 oleh penghambat asam lambung (H2 blockers). Reseptor H2
juga memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus (Tan dan Kirana, 2007)
Aktivitas
terpenting histmin adalah
1.
Kontraksi otot polos brochi, usus, dan rahim
- Vasodilatasi semua pembuluh dengan
penurunan tekanan darah
- Memperbesar permeabilitas kapiler untuk
cairan dan protein, dengan akibat udema dan pengembangan mukosa
- Hipersekresi ingus dan air mata, ludah
dahak dan asam lambung
- Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan
gatal-gatal (Tan dan Kirana, 2007)
Dalam keadaan normal, kadar histamin dalam darah hanya rendah sekitar
50 mcg/l sehingga tidak menimbulkan efek. Baru bila mastsells dirusak
membrannya sebagai akibat dari salah satu faktor, maka dibebaskanlah banyak
histamin sehingga efek itu menjadi nyata. Setelah melakukan kegiatannya,
kelebihan histamin diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat dalam
jaringan (Tan dan Kirana, 2007).
Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulangkali kedalam aliran
darah seseorang yang memiliki “bakat” hipersensitif maka limfosit-B akan
membentuk antibodi dari tipe IgE (disamping IgC dan IgM). IgE ini juga disebut
sebagai reagin, mengikat diri pada membran mast cells tanpa menimbulkan gejala.
Apabila kemudian antigen (alergen) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya
memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah
suatu reaksi alergi akibat pecahnya
membran mastsells (degranulasi). Sejumlah zat perantara (mediator) dilepaskan,
yakni histamin bersama serotonin, bradikinin dan asam arachionat, yang kemudian
diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien). Zat-zat ini menarik makrofag dan
neutropil (=leukosit tertentu ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu,
selain itu juga menyebabkan beberapa yaitu brochokontriksi, vasodilatasi, dan
pembengkakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. Mediator
tersebut secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan
bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rhinitis allergica, dan
eksim (Tan dan Kirana, 2007).
Pada asma yang di cetus oleh alergi, Antibodies tipe
IgE (Imunoglobulin type E) mengikat diri pada mastcells yait disaluran nafas,
mata, dan hidung. Bilamana jumlah IgE cukup besar, maka pada waktu alergen yang
identik masuk lagi ke dalam tubuh, terjadilah pengabungan antigen-antibody.
Mastcells pecah (degranulasi) dan segera melepas mediatornya yaitu histamin.
Akibatnya adalah brochokontriksi (bronchospasm) dengan pengembangan mukosa
(udema) dan
0 comments:
Post a Comment