Pengertian
Diuretik
Diuretik adalah zat-zat
yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung
terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan
memengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini,
misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoxin dan teoflin),
memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi ormon antidiuretik
ADH (air, alkohol) (Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007)
Walaupun kerjanya pada
ginjal, diuretika bukanlah obat ginjal, artinya senyawa ini tidak bisa
memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal. Beberapa diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil
ekskresi zat-zat penting urin engan mengurani laju filtrasi glomerulus sehingga
akan memperburuk insufisiensi ginjal (Mutsler, E. 1986)
2.2 Efek Samping Diuretik dan Perhatian
Efek Samping dan
Perhatian yang harus diperhatikan dari diuretik antara lain :
1.
Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian
efek samping berkaitan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
antara lain hipotensi, hiponetremia, hipokleremia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia. (Gunawan, 2007).
2.
Ototoksisitas. Asam etakrinat dapat
menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal ini merupakan efek
samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan
lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebakan oleh
perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe. Ototoksitas merupakan suatu
efek samping unik kelompok obat ini. (Gunawan, 2007).
3.
Hipotensi dapat terjadi akibat depelsi
volume sirkulasi. (Gunawan, 2007).
4.
Efek metabolik. Seperti diuretic tiazid,
diuretic kuat juga dapat menimbulkan efek samping metabolic berupa
hiperurisemia, hiperglikemua, peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida,
serta penurunan HDL (Gunawan, 2007).
5.
Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya
berkaitan dengan struktur molekul yang menyerupai sulfonamide. Diuretic kuat
dan diuretic tiazid dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi
sulfonamide. Asam etakrinat merupakan satu-satunya diuretic kuat yang tidak
termasuk golongan sulfonamide, dan digunakan khususnya untuk pasien yang alergi
terhadap sulfonamide. (Gunawan, 2007).
6.
Nefritis interstisialis alergik.
Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik
yang menyebabkan gagal ginjal reversibel. (Gunawan, 2007).
Berdasarkan
efeknya pada janin hewan coba, maka diuretic kuat ini tidak dianjurkan pada
wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan. (Gunawan, 2007).
2.3 Interaksi Diuretik
Seperti
diuretic tiazid, hipopkalemia akibat pemberian diuretic kuat dapat meningkatkan
risiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritma
(Gunawan, 2007).
Pemberian
bersama obat yang bersifat nefrotosik seperti aminoglikosida dan antikanker
sisplatin akan meningkatkan risiko nefrotoksisitas (Gunawan, 2007).
Probenesid
mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya
berkurang (Gunawan, 2007).
Diuretik
kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui penggeseran
ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis, diuretic kuat ini dapat
menurunkan klirens litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat
meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama
indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid (Gunawan, 2007).
Menurut
Richard Harkness (1984), obat-obat berkhasiat diuretikamemiliki berbagai
interaksi dengan senyawa lain, seperti berikut :
-
Diuretika dengan antidepresan (jenis IMAO)
Dapat
menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah
- Diuretika dengan kaptopril
Dapat
sangat munurunkan tekanan darah
-
Diuretika dengan kortikostroida
Dapat
menyebabkan tubuh kehilangan banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium
-
Diuretika dengan obat diabetes
Efek
obat diabetes dilawan oleh diuretika
-
Diuretika dengan obat jantung digitalis
Efeknya
dapat merugikan jantung
-
Diuretika dengan litium
Efek
litium yakni antipsikotika dapat meningkat
-
Diuretika dengan NSAID’s
Efek
diuretika dapat berkurang
-
Diuretika dengan Prasozin
Diuretika
dapat menyebabkanmeningkatnya efek merugikan dari dosis pertama prasozin
(Harkness, R.1984)
2.4 Penggolongan diuretik
Sebagian besar diuretik
bekerja dengan menurunkan reabsorpsi elektrolit oleh tubulus (atas). Ekskresi
elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting
untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Direutik digunakan untuk mengurangi
edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis
hepatitis. Beberapa diuretik, terutama tiazid, secara luas digunakan pada terai
hipertensi, namun kerja hipotensif jangka panjangnya tidak hanya berhubungan
dengan sifat deuretiknya (Neal,2006).
Tiazid dan senyawa yang
berkaitan (kanan atas) bersifat aman, aktif secara oral, namun merupakan
diuretik yang relatif lemah. Obat yang lebih efektif adalah high ceeling atau
diuretik loop (kiri atas). Obat ini mempunyai awitan yang sangat kuat (sehingga
diberi istilah ‘high ceelibg’) dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit serta dehidrasi yang serius. Metolazon merupakan obat yang berkaitan
dengan tiazid dan aktivitasnya berada di antara diuretik loop dan tiazid.
Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid, dan kombinasi
tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada pasien dengan gagal
ginjal yang serius. Tiazid dan diuretik loop meningkatkan ekskresi kalium, dan
mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006) .
Beberapa diuretik
bersifat ‘hemat kalium’ (kanan bawah). Diuretik ini lemah bila digunakan
tersendiri, namun menyebabkan retensi kalium, dan sering diberikan bersama
tizaid atau diuretik loop untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006).
Inhibitor karbonat
anhidrase (kiri bawah) merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan untuk
diambil efek diuretiknya. Diuretik osmotik (misalnya manitol) merupakan senyawa
yang difiltrasi, namun tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik diekskresikan dalam
jumlah osmotik yang sama dengan air dan digunakan pada edema serebri, dan
kadang-kadang untuk mempertahankan diuresis selama pembedahan (Neal,2006) .
Ginjal merupakan salah
satu unsur jalur utama untuk eliminasi obat, dan gangguan fungsi ginjal pada
usia lanjut atau pada penyakit ginjal dapat menurunkan eliminasi obat secara
signifikan (Neal,2006).
Aldosteron menstimulasi
Na+ pada tubulus distal dan
meningkatkan sekresi K+ dan H+.
Obat ini bekerja pada reseptor sitoplasmik (Bab 33) dan menginduksi sintesis Na+ / K+ -ATPase pada membran basolateral dan kanal NA+
di membran lumen. Peningkatan permeabilitasnya kanal Na+ yang lebih
cepat dapat diperantai oleh reseptor aldosteron di permukaan sel. Diuretik
meningkatkan muatan Na+ pada tubulus distal dan kecuali untuk
obat-obat hemat kalium, hal ini menyebabkan peningkatan sekresi (dan ekskresi)
K+. Efek ini lebih hebat apabila kadar aldosteron plasma tinggi
sebagai contoh, bila terapi diuretik yang kuat sudah mengurangi simpanan Na+
tubuh (Neal,2006).
Vasopresin (ADH)
dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior. Obat ini meningkatkan jumlah
kanal air pada duktus koligens sehingga memungkinkan reabsorpsi air secara
pasif. Pada diabetes insipidus ‘kranial’ tidak adanya ADH menyebabkan ekskresi
urin hipotonis dengan volume besar. Kelainan ini diterapi dengan vasopresin
atau desmopresin, suatu analog kerja panjang (Neal,2006).
2.4.1
Inhibitor
karbonat ahidrase
menurunkan reabsorpsi
bikarbonat pada tubulus proksimal melalui inhibisi katalisis hidrasi CO2
dan reaksi dehidrasi. Oleh karena itu ekskresi HCO3-
menyebabkan asidosis metabolik dan efek obat menjadi self-timming pada saat
bikarbonat darah turun. Na+ yang meningkatkan yang dialirkan ke
nefron distal meningkatkan sekresi K+. Asetazolamid digunakan pada
terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokular, yang dicapai dengan
mengurangi sekresi HCO3- dan H2O yang terkait
ke dalam aqueous humuor (Bab 10). Asetazolamid juga digunakan sebagai
profilaksis untuk mountain altitude sickness (Neal,2006).
Karbonik anhidrase adalah enzim yang
mengkatalisis reaksi CO2 + H2O ↔ H2CO3.
Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis pankreas, mukosa
lambung, mata, eritrosit, dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Enzim
ini dapat dihambat aktivitasnya oleh sianida, azida, dan sulfida. Derivat
sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini adalah asetazolamid dan
diklorofenamid. Asetazolamd mudah diserap melalui saluran cerna.obat ini
mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorbsi secara
pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi
dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks
ginjal. Obat penghambat karbonik anhidrase tidak dapat masuk kedalam eritrosit,
jadi efeknya hanya terbatas pada ginjal saja. Distribusi penghambat karbonik
anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh tidak adanya enzim karbonik anhidrase
dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk kedalam sel.
Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin
(Gunawan, 2007).
2.4.2
Tiazid
Tiazid terbentuk dari
inhibitor karbonat anhidrase. Akan tetapi aktivitas diuretik obat ini tidak
berhubungan dengan efeknya pada enzim. Tiazid digunakan secara luas pada terapi
gagal jantung ringan dan hipertensi dimana telah terbukti bahwa obat tersebut
menurunkan insidensi stroke. Terdapat banyak macam tiazid, namun satu-satunya
perbedaan utama adalah durasi kerjanya. Yang paling banyak digunakan adalah
bendroflumetiazid (Neal,2006).
Benzotiazid atau tiazid berefek langsung terhadap transpor Na+ dan Cl- di tubuli ginjal, lepas
dari efek penghambatannya terhadap enzim karbonik anhidrase. Diuretik tiazid
bekerja menghambat simporter Na+ dan Cl- di hulu tubulus distal.
Sistem transpor ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen kedalam sel
epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan keluar tubulus dan
ditukar dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui
kanal klorida. Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan
ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air (Gunawan,2007).
Mekanisme
kerja
Tiazid bekerja terutama
pada segmen awal tibulus distal, dimana tiazid menghambat reabsorpsi NaCl
dengan terikat pada sinporter yang berperan untuk kotranspor Na+/Cl-
elektronetral. Terjadi peningkatan ekskresi Cl-, Na+ dan
disertai H2O. Beban Na+ yang meningkat dalam tubulus
distal, menstimulasi pertukaran Na+ dengan K+ dan H+,
meningkatkan sekresinya dan menyebabkan hipoklamia dan alkalosis metabolik
(Neal,2006).
Efek
Samping
Efek simpang termasuk
kelemahan, impotensi, dan kadang-kadang ruam kulit. Reaksi alergi yang serius
(misalnya trombositopenia) jarang terjadi. Yang lebih sering terjadi adalah
efek metabolik seperti berikut :
1.
Hipokalemia bisa mempresipitasi aritmia
jantung, terutama pada pasien yang mendapat digitalis. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian suplemen kalium bila dibutuhkan, atau terapi kombinasi dengan
diuretik hemat kalium.
2.
Hiperurisemia. Kadar asam urat dalam
darah seringkali meningkat karena tiazid disekresei oleh sistem sekresi asam
organik dalam tubulus dan berkompetensi untuk sekresi asam urat. Keadaan ini
dapat dipresipitasikan goul.
3.
Toleransi glukosa bisa terganggu dan
tiazid adalah kontraindikasi pada pasien dengan diabetes tidak tergantung
insulin.
4.
Lipid. Tiazid meningkatkan kadar
kolesterol p;asma paling tidak selama 6 bulan pertama pemberian obat, tetapi
signifikansinya tidak jelas.
(Neal,2006).
2.4.3
Diuretik
loop
Diuretik loop(biasanya
furosemid) diberikan secara oral dan digunakan untuk mengurangi edema perifier
dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat (Bab 18). Obat ini
diberikan secara ventrikel akut. Tidak seperti tizaid, diuretik loop efektip
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal (Neal,2006).
Mekanisme
kerja
Obat yang bekerja di
loop menghambat reabsorpsi NaCl dalam
ansa Henle aendens segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas yang besar
untuj mengabsorpsi NaCl sehingg obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan
diuresis yang lebih hebat daripada diuretik lain. Diuretik loop bekerja pada
membran lumen dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/2Cl-.
(Na+ secara aktif ditranspor keluar sel ke alam interstisium oleh
pompa yang tergantung pada Na+/K+ -ATPse di membran
basolateral). Spesifikasitas diuretik loop disebabkan oleh konsenstrasi
lokalnya yang tinggi dalam tubulus ginjal. Akan tetapi, pada dosis tingggi,
obat ini bisa menginduksi perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan
menyebabkan ketulian (Neal,2006).
Efek
Samping
Obat yang bekerja di
loop dapat menyebabkan hiponatremia, hipotensi, hipovolemia, hipokalemia.
Kehilangan kalium, seperti denagn pemberian tizaid, secara klinis seringkali
tidak penting kecuali bila terdapat faktor resiko tambahan untuk aritma
(miaslnya terapi dengan digoksin). Ekskresi kalsium dan magnetsium meningkat
dan dapat terjadi hipomagnesemia. Penggunaan diuretik loop yang berlebihan
(dosis tinggi, pemberian secara intravena)bisa menyebabkan ketulian, tyang tidak
dapat pulih kembali (Neal,2006).
2.4.4
Diuretik
hemat kalium
Diuretik ini bekerja
pada segmen yang berespon terhadapa aldosteron pada nefron distal, dimana
homeositas K+ dikendalikan. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+,
membangkitakan potensial negatif dalam lumen, yang mengarahkan ion K+
dan H+ ke dalam lumen (dan kemudian ekskresinya). Diuretik hemat
kaium menurunkan reabsorpsi Na+ dengan mengantagonis aldosteron (spironolakton)
atau memblok kanal Na+ (amilorid, triamteren). Hal ini menyebabkan
potensial listrik epitel tubulus menurun, sehingga gaya untuk sekresi K+
berkurang. Obat ini dapat menyebabkanhiperkalemia berat, terutama pada pasien
dengan gangguan ginjal. Hiperkalemia juga mungkin terjadi bila pasien juga
mengkonsumsi inhibitor ACE (misalnya kaptopril), karena obat ini menurunkan
sekresi aldosteron (dan selanjutnya ekskresi K+) (Neal,2006).
Sprinoloakton secara
kompetitif memblok ikatab aldosteron pada reseptor sitoplasma sehinga
meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan
menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Sprinolakton
merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari reabsorpsi Na+ total yang berada
di bawah kendali aldosteron. Sprinolakton terutama digunakan pada penyakit hati
dengan asites, sindrom Conn (hiperaldosteronisme primer), dan gagal jantung
berat (Neal,2006).
Amilorid dan triamteren
menurunkan permeabilitas membran lumen
terhadap Na+ pada distal nefron dengan mengisi kanal Na+ dan menghambatnya
dengan perbandingan 1:1. Hal ini meningkatkan ekskresi Na+ (Cl-
dan H2O) dan menurunkan ekskresi K+ (Neal,2006).
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron,
triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
·
Antagonis
aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen
yang paling kuat. Peranan utama aldosteron adalah memperbesar reabsorbsi
natrium dan klorida di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium. Jadi
hiperaldosteronisme akan terjadi penurunan kadar kalium dan alkalosis metabolik
karena reabsorbsi HCO3- dan sekresi H+ yang
bertambah. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif
terhadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif
bila terdapat aldosteron baik endogen maupun eksogen dalam tubuh dan efeknya
dapat dihilangkan dengan meninggikan kadar aldosteron. Jadi dengan pemberian
antagonis aldosteron, reabsorbsi Na+ dan K+ di hilir
tubuli distal dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga bekurang.
Saat ini ada 2 macam antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan eplerenon.
(Gunawan,2007)
·
Triamteren
dan amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi
natrium dan klorida, sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi
bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan ekskresi K+
dengan menghambat seksresi kalium disel tubuli distal. Berkurangnya reabsorbsi
Na+ ditempat tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan potensial
listrik transtubular, sedangkan adanya perbedaan ini diperlukan untuk
berlangsungnya proses kalium oleh sel tubuli distal. (Gunawan,2007)
2.5
Furosemid
Furosemida merupakan diuretika golongan sulfonamida
dengan nama kimia asam-4-kloro-N furfuril-5-sulfamoil antranilat. Rumus
molekulnya adalah C12H11ClN2O5S, berat molekul 330,74. Furosemida berbentuk
kristal, warna putih sampai putih kekuningan dan tidak berbau dengan harga pKa
3,9. Furosemida praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton, dalam
dimetilforfamida dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol; agak
sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam
kloroform (Anonim,1979).
Furosemida merupakan diuretik kuat. Tempat kerja
utamanya di bagian cabang menaik yang tebal dari jerat Henle, karena itu
disebut sebagai loop diuretik. Mekanisme kerja dari senyawa ini adalah memblok
pembawa Na+, K+, Cl- dari tepi lumen dan dengan cara ini menghambat absorpsi
ion natrium, kalium dan klorida dalam cabang tebal jerat Henle menaik. Sifat
khas dari senyawa ini adalah kerjanya yang singkat akan tetapi sangat intensif
sehingga sangat bermanfaat jika diperlukan kerja diuretik yang cepat dan
intensif (Syukri,2004).
2.6 Diuretik Menjadi Pertimbangan
lain dalam Pemilihan obat Antihipertensi
2.6.1 Efek Yang Berpotensi
Menguntungkan
•
Diuretik tipe thiazide berguna untuk memperlambat demineralisasi pada
osteoporosis.
•
β-blocker dapat berguna untuk pengobatan atrial takhiaritmia/fibrilasi,
migraine,tirotoksikosis (jangka pendek), atau tremor esensial.
•
Kalsium antagonis dapat berguna juga untuk pengobatan sindroma Raynaud dan
aritmia tertentu
•
α-blocker dapat berguna untuk gangguan prostat
(Anonim,2006)
2.6.2 Efek Yang Berpotensi Tidak
Menguntungkan
•
Diuretik tipe thiazide harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
diagnosa pirai atau yang mempunyai sejarah medis hiponatremia yang bermakna.
•
Hindari penggunaan penyekat β pada
pasien asma, reactive airway disease,
atau second or third degree heart block
•
ACEI dan ARB tidak boleh diberikan kepada perempuan punya rencana hamil dan
kontraindikasi pada perempuan hamil. ACEI tidak boleh diberikan pada pasien
dengan riwayat angioedema. Antagonis aldosteron dan diuretic penahan kalium
dapat menyebabkan hiperkalemia, sehingga jangan diberikan kepada pasien dengan
kalium serum >5.0 mEq/L (tanpa minum obat apa-apa) Diuretik, terutama
golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan
hipertensi(Ditjen Farmasi, 2006).
Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol
tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Empat subkelas
diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: tiazid, loop, agen penahan
kalium, dan antagonis aldosteron. Diuretik penahan kalium adalah obat
antihipertensi yang lemah bila digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif
bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini
dapat menggantikan kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik
lain. Antagonis aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan
mula kerja yang lambat (s/d 6 minggu untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7
melihatnya sebagai kelas yang independen karena bukti mendukung indikasi
khusus. Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid
paling efektif untuk menurunkan tekanan darah(Ditjen Farmasi, 2006).
Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih
kuat diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid
2x/hari dapat digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang
1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan diuresis pada
malam hari. Dengan penggunaan secara kronis, diuretik tiazide, diuretik penahan
kalium, dan antagonis aldosteron jarang menyebabkan diuresis yang nyata.
Perbedaan farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh
dan lama efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui
karena waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak berhubungan dengan
lama kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat menurunkan tekanan darah
terutama dengan mekanisme extrarenal.
Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi dengan
kebanyakan obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan
retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan pemberian diuretik
bersamaan. Efek
samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia,
hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual. Diuretik
loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek pada lemak serum dan
glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat terjadi hipokalsemia(Ditjen Farmasi, 2006).
Studi jangka pendek menunjukkan kalau indapamide
tidak mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual. Semua efek samping diatas berhubungan dengan
dosis. Kebanyakan efek samping ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid
dosis tinggi (misalnya HCT 100mg/hari). Guideline sekarang menyarankan dosis
HCT atau klortalidone 12.5 – 25 mg/hari, dimana efek samping metabolik akan
sangat berkurang (Ditjen
Farmasi,2006).
Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan
hiperkalemia, terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes
dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau supplemen kalium.
Hiperkalemia sangat bermasalah terutama dengan eplerenone, antagonis aldosteron
yang terbaru (Ditjen
Farmasi, 2006).
Diuretik bermanfaat dalam pengobatan berbagai
penyakit yang berhubungan dengan retensi abnormal garam dan air dalam
kompartamin ekstraseluler tubuh, biasanya dirujuk sebagai edeme, pada umumnya,
diuretic merupakan zat yang meningkatkan laju ekstrasi urin oleh ginjal,
terutama melalui penurunan reabsorpsi subular. Ion natrium dan airnya dalam
tubulus ginjal yang setara secara osmetik. Penimbunan cairan berlebih dalam
kompartemen akstraseluler dapat
disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia
kehamilan atau akibat sampingan obat (Ditjen Farmasi, 2006).
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian
darah dengan jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari
dalam darah. Untuk ini, darah mengalami filtrasi, dimana semua komponennya
melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel – sel darah. Setiap
ginjal mengandung lebih kurang satu juta filter kecil (glomeruli), dan setiap
50 menit seluruh darah tubuh (ca 5 liter) sudah ‘dimurnikan’ dengan melewati
saringan tersebut
Fungsi utama diuretik adalah untuk
memobilisasi cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali
menjadi normal. Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting
artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk menormalkan
akibat suatu diuretik. Secara umum diuretic dapat dibagi menjadi 2 golongan
besar yaitu (1) diuretic osmotic ; (2)penghambat mekanisme transport elektrolit
d dalam tubuli ginjal. Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting
artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat
penggunaan suatu diuretik (Ditjen Farmasi, 2006).
hiperkalemia melebihi diuretik penahan kalium
lainnya, bahkan spironolakton. Eplerenone dikontraindikasikan untuk pasien
dengan gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau
spironolakton menyebabkan gynecomastia pada
±10% pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi
0 comments:
Post a Comment