Thursday, 23 May 2013

DIURETIKA


Pengertian Diuretik
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan memengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoxin dan teoflin), memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi ormon antidiuretik ADH (air, alkohol) (Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007)
Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukanlah obat ginjal, artinya senyawa ini tidak bisa memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal. Beberapa diuretika  pada awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urin engan mengurani laju filtrasi glomerulus sehingga akan memperburuk insufisiensi ginjal (Mutsler, E. 1986)
2.2       Efek Samping Diuretik dan Perhatian
Efek Samping dan Perhatian yang harus diperhatikan dari diuretik antara lain :
1.      Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian efek samping berkaitan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain hipotensi, hiponetremia, hipokleremia, hipokalsemia dan hipomagnesemia. (Gunawan, 2007).
2.      Ototoksisitas. Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebakan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe. Ototoksitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. (Gunawan, 2007).
3.      Hipotensi dapat terjadi akibat depelsi volume  sirkulasi. (Gunawan, 2007).
4.      Efek metabolik. Seperti diuretic tiazid, diuretic kuat juga dapat menimbulkan efek samping metabolic berupa hiperurisemia, hiperglikemua, peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida, serta penurunan HDL (Gunawan, 2007).
5.      Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan struktur molekul yang menyerupai sulfonamide. Diuretic kuat dan diuretic tiazid dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi sulfonamide. Asam etakrinat merupakan satu-satunya diuretic kuat yang tidak termasuk golongan sulfonamide, dan digunakan khususnya untuk pasien yang alergi terhadap sulfonamide. (Gunawan, 2007).
6.      Nefritis interstisialis alergik. Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal ginjal reversibel. (Gunawan, 2007).
            Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretic kuat ini tidak dianjurkan pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan. (Gunawan, 2007).
2.3       Interaksi Diuretik
            Seperti diuretic tiazid, hipopkalemia akibat pemberian diuretic kuat dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritma (Gunawan, 2007).
            Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotosik seperti aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan risiko nefrotoksisitas (Gunawan, 2007).
            Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya berkurang (Gunawan, 2007).
            Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis, diuretic kuat ini dapat menurunkan klirens litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid (Gunawan, 2007).
            Menurut Richard Harkness (1984), obat-obat berkhasiat diuretikamemiliki berbagai interaksi dengan senyawa lain, seperti berikut :
          - Diuretika dengan antidepresan (jenis IMAO)
            Dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah
          - Diuretika dengan kaptopril                                           
            Dapat sangat munurunkan tekanan darah
          - Diuretika dengan kortikostroida
                        Dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium
          - Diuretika dengan obat diabetes
            Efek obat diabetes dilawan oleh diuretika
          - Diuretika dengan obat jantung digitalis
            Efeknya dapat merugikan jantung
          - Diuretika dengan litium
            Efek litium yakni antipsikotika dapat meningkat
          - Diuretika dengan NSAID’s
            Efek diuretika dapat berkurang
          - Diuretika dengan Prasozin
                        Diuretika dapat menyebabkanmeningkatnya efek merugikan dari dosis pertama prasozin (Harkness, R.1984)
2.4       Penggolongan diuretik
Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan reabsorpsi elektrolit oleh tubulus (atas). Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Direutik digunakan untuk mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatitis. Beberapa diuretik, terutama tiazid, secara luas digunakan pada terai hipertensi, namun kerja hipotensif jangka panjangnya tidak hanya berhubungan dengan sifat deuretiknya (Neal,2006).
Tiazid dan senyawa yang berkaitan (kanan atas) bersifat aman, aktif secara oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Obat yang lebih efektif adalah high ceeling atau diuretik loop (kiri atas). Obat ini mempunyai awitan yang sangat kuat (sehingga diberi istilah ‘high ceelibg’) dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit serta dehidrasi yang serius. Metolazon merupakan obat yang berkaitan dengan tiazid dan aktivitasnya berada di antara diuretik loop dan tiazid. Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid, dan kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada pasien dengan gagal ginjal yang serius. Tiazid dan diuretik loop meningkatkan ekskresi kalium, dan mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006) .
Beberapa diuretik bersifat ‘hemat kalium’ (kanan bawah). Diuretik ini lemah bila digunakan tersendiri, namun menyebabkan retensi kalium, dan sering diberikan bersama tizaid atau diuretik loop untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006).
Inhibitor karbonat anhidrase (kiri bawah) merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan untuk diambil efek diuretiknya. Diuretik osmotik (misalnya manitol) merupakan senyawa yang difiltrasi, namun tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik diekskresikan dalam jumlah osmotik yang sama dengan air dan digunakan pada edema serebri, dan kadang-kadang untuk mempertahankan diuresis selama pembedahan (Neal,2006) .
Ginjal merupakan salah satu unsur jalur utama untuk eliminasi obat, dan gangguan fungsi ginjal pada usia lanjut atau pada penyakit ginjal dapat menurunkan eliminasi obat secara signifikan (Neal,2006).
Aldosteron menstimulasi Na+  pada tubulus distal dan meningkatkan sekresi  K+ dan H+. Obat ini bekerja pada reseptor sitoplasmik (Bab 33) dan menginduksi  sintesis Na+  / K+  -ATPase pada membran basolateral dan kanal NA+ di membran lumen. Peningkatan permeabilitasnya kanal Na+ yang lebih cepat dapat diperantai oleh reseptor aldosteron di permukaan sel. Diuretik meningkatkan muatan Na+ pada tubulus distal dan kecuali untuk obat-obat hemat kalium, hal ini menyebabkan peningkatan sekresi (dan ekskresi) K+. Efek ini lebih hebat apabila kadar aldosteron plasma tinggi sebagai contoh, bila terapi diuretik yang kuat sudah mengurangi simpanan Na+ tubuh (Neal,2006).
Vasopresin (ADH) dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior. Obat ini meningkatkan jumlah kanal air pada duktus koligens sehingga memungkinkan reabsorpsi air secara pasif. Pada diabetes insipidus ‘kranial’ tidak adanya ADH menyebabkan ekskresi urin hipotonis dengan volume besar. Kelainan ini diterapi dengan vasopresin atau desmopresin, suatu analog kerja panjang (Neal,2006).
2.4.1        Inhibitor karbonat ahidrase
menurunkan reabsorpsi bikarbonat pada tubulus proksimal melalui inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi. Oleh karena itu ekskresi HCO3- menyebabkan asidosis metabolik dan efek obat menjadi self-timming pada saat bikarbonat darah turun. Na+ yang meningkatkan yang dialirkan ke nefron distal meningkatkan sekresi K+. Asetazolamid digunakan pada terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokular, yang dicapai dengan mengurangi sekresi HCO3- dan H2O yang terkait ke dalam aqueous humuor (Bab 10). Asetazolamid juga digunakan sebagai profilaksis untuk mountain altitude sickness (Neal,2006).
Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi CO2 + H2O ↔ H2CO3. Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit, dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh sianida, azida, dan sulfida. Derivat sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini adalah asetazolamid dan diklorofenamid. Asetazolamd mudah diserap melalui saluran cerna.obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorbsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Obat penghambat karbonik anhidrase tidak dapat masuk kedalam eritrosit, jadi efeknya hanya terbatas pada ginjal saja. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh tidak adanya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk kedalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin (Gunawan, 2007).
2.4.2        Tiazid
Tiazid terbentuk dari inhibitor karbonat anhidrase. Akan tetapi aktivitas diuretik obat ini tidak berhubungan dengan efeknya pada enzim. Tiazid digunakan secara luas pada terapi gagal jantung ringan dan hipertensi dimana telah terbukti bahwa obat tersebut menurunkan insidensi stroke. Terdapat banyak macam tiazid, namun satu-satunya perbedaan utama adalah durasi kerjanya. Yang paling banyak digunakan adalah bendroflumetiazid (Neal,2006).
Benzotiazid atau tiazid berefek langsung terhadap transpor Na+  dan Cl- di tubuli ginjal, lepas dari efek penghambatannya terhadap enzim karbonik anhidrase. Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter Na+  dan Cl- di hulu tubulus distal. Sistem transpor ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+  dan Cl- dari lumen kedalam sel epitel tubulus. Na+  selanjutnya dipompakan keluar tubulus dan ditukar dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air (Gunawan,2007).
Mekanisme kerja
Tiazid bekerja terutama pada segmen awal tibulus distal, dimana tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dengan terikat pada sinporter yang berperan untuk kotranspor Na+/Cl- elektronetral. Terjadi peningkatan ekskresi Cl-, Na+ dan disertai H2O. Beban Na+ yang meningkat dalam tubulus distal, menstimulasi pertukaran Na+ dengan K+ dan H+, meningkatkan sekresinya dan menyebabkan hipoklamia dan alkalosis metabolik (Neal,2006).
Efek Samping
Efek simpang termasuk kelemahan, impotensi, dan kadang-kadang ruam kulit. Reaksi alergi yang serius (misalnya trombositopenia) jarang terjadi. Yang lebih sering terjadi adalah efek metabolik seperti berikut :
1.      Hipokalemia bisa mempresipitasi aritmia jantung, terutama pada pasien yang mendapat digitalis. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian suplemen kalium bila dibutuhkan, atau terapi kombinasi dengan diuretik hemat kalium.
2.      Hiperurisemia. Kadar asam urat dalam darah seringkali meningkat karena tiazid disekresei oleh sistem sekresi asam organik dalam tubulus dan berkompetensi untuk sekresi asam urat. Keadaan ini dapat dipresipitasikan goul.
3.      Toleransi glukosa bisa terganggu dan tiazid adalah kontraindikasi pada pasien dengan diabetes tidak tergantung insulin.
4.      Lipid. Tiazid meningkatkan kadar kolesterol p;asma paling tidak selama 6 bulan pertama pemberian obat, tetapi signifikansinya tidak jelas.
(Neal,2006).
2.4.3        Diuretik loop
Diuretik loop(biasanya furosemid) diberikan secara oral dan digunakan untuk mengurangi edema perifier dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat (Bab 18). Obat ini diberikan secara ventrikel akut. Tidak seperti tizaid, diuretik loop efektip pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal (Neal,2006).
Mekanisme kerja
Obat yang bekerja di loop menghambat  reabsorpsi NaCl dalam ansa Henle aendens segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas yang besar untuj mengabsorpsi NaCl sehingg obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan diuresis yang lebih hebat daripada diuretik lain. Diuretik loop bekerja pada membran lumen dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/2Cl-. (Na+ secara aktif ditranspor keluar sel ke alam interstisium oleh pompa yang tergantung pada Na+/K+ -ATPse di membran basolateral). Spesifikasitas diuretik loop disebabkan oleh konsenstrasi lokalnya yang tinggi dalam tubulus ginjal. Akan tetapi, pada dosis tingggi, obat ini bisa menginduksi perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian (Neal,2006).
Efek Samping
Obat yang bekerja di loop dapat menyebabkan hiponatremia, hipotensi, hipovolemia, hipokalemia. Kehilangan kalium, seperti denagn pemberian tizaid, secara klinis seringkali tidak penting kecuali bila terdapat faktor resiko tambahan untuk aritma (miaslnya terapi dengan digoksin). Ekskresi kalsium dan magnetsium meningkat dan dapat terjadi hipomagnesemia. Penggunaan diuretik loop yang berlebihan (dosis tinggi, pemberian secara intravena)bisa menyebabkan ketulian, tyang tidak dapat pulih kembali (Neal,2006).
2.4.4        Diuretik hemat kalium
Diuretik ini bekerja pada segmen yang berespon terhadapa aldosteron pada nefron distal, dimana homeositas K+ dikendalikan. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+, membangkitakan potensial negatif dalam lumen, yang mengarahkan ion K+ dan H+ ke dalam lumen (dan kemudian ekskresinya). Diuretik hemat kaium menurunkan reabsorpsi Na+ dengan mengantagonis aldosteron (spironolakton) atau memblok kanal Na+ (amilorid, triamteren). Hal ini menyebabkan potensial listrik epitel tubulus menurun, sehingga gaya untuk sekresi K+ berkurang. Obat ini dapat menyebabkanhiperkalemia berat, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal. Hiperkalemia juga mungkin terjadi bila pasien juga mengkonsumsi inhibitor ACE (misalnya kaptopril), karena obat ini menurunkan sekresi aldosteron (dan selanjutnya ekskresi K+) (Neal,2006).
Sprinoloakton secara kompetitif memblok ikatab aldosteron pada reseptor sitoplasma sehinga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Sprinolakton merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari reabsorpsi Na+ total yang berada di bawah kendali aldosteron. Sprinolakton terutama digunakan pada penyakit hati dengan asites, sindrom Conn (hiperaldosteronisme primer), dan gagal jantung berat (Neal,2006).
Amilorid dan triamteren menurunkan permeabilitas  membran lumen terhadap Na+ pada distal nefron dengan mengisi kanal Na+ dan menghambatnya dengan perbandingan 1:1. Hal ini meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan ekskresi K+ (Neal,2006).
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
·         Antagonis aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron adalah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium. Jadi hiperaldosteronisme akan terjadi penurunan kadar kalium dan alkalosis metabolik karena reabsorbsi HCO3- dan sekresi H+ yang bertambah. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila terdapat aldosteron baik endogen maupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat dihilangkan dengan meninggikan kadar aldosteron. Jadi dengan pemberian antagonis aldosteron, reabsorbsi Na+ dan K+ di hilir tubuli distal dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga bekurang. Saat ini ada 2 macam antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan eplerenon.
(Gunawan,2007)
·         Triamteren dan amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat seksresi kalium disel tubuli distal. Berkurangnya reabsorbsi Na+ ditempat tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan adanya perbedaan ini diperlukan untuk berlangsungnya proses kalium oleh sel tubuli distal.    (Gunawan,2007)
2.5 Furosemid
Furosemida merupakan diuretika golongan sulfonamida dengan nama kimia asam-4-kloro-N furfuril-5-sulfamoil antranilat. Rumus molekulnya adalah C12H11ClN2O5S, berat molekul 330,74. Furosemida berbentuk kristal, warna putih sampai putih kekuningan dan tidak berbau dengan harga pKa 3,9. Furosemida praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton, dalam dimetilforfamida dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform (Anonim,1979).
Furosemida merupakan diuretik kuat. Tempat kerja utamanya di bagian cabang menaik yang tebal dari jerat Henle, karena itu disebut sebagai loop diuretik. Mekanisme kerja dari senyawa ini adalah memblok pembawa Na+, K+, Cl- dari tepi lumen dan dengan cara ini menghambat absorpsi ion natrium, kalium dan klorida dalam cabang tebal jerat Henle menaik. Sifat khas dari senyawa ini adalah kerjanya yang singkat akan tetapi sangat intensif sehingga sangat bermanfaat jika diperlukan kerja diuretik yang cepat dan intensif (Syukri,2004).

2.6 Diuretik Menjadi Pertimbangan lain dalam Pemilihan obat Antihipertensi
2.6.1 Efek Yang Berpotensi Menguntungkan
• Diuretik tipe thiazide berguna untuk memperlambat demineralisasi pada osteoporosis.
• β-blocker dapat berguna untuk pengobatan atrial takhiaritmia/fibrilasi, migraine,tirotoksikosis (jangka pendek), atau tremor esensial. 
• Kalsium antagonis dapat berguna juga untuk pengobatan sindroma Raynaud dan aritmia tertentu
• α-blocker dapat berguna untuk gangguan prostat
(Anonim,2006)
2.6.2 Efek Yang Berpotensi Tidak Menguntungkan
• Diuretik tipe thiazide harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan diagnosa pirai atau yang mempunyai sejarah medis hiponatremia yang bermakna.
• Hindari penggunaan penyekat  β pada pasien asma,  reactive airway disease, atau second or third degree heart block
• ACEI dan ARB tidak boleh diberikan kepada perempuan punya rencana hamil dan kontraindikasi pada perempuan hamil. ACEI tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat angioedema. Antagonis aldosteron dan diuretic penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, sehingga jangan diberikan kepada pasien dengan kalium serum >5.0 mEq/L (tanpa minum obat apa-apa) Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan hipertensi(Ditjen Farmasi, 2006).
Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron. Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula kerja yang lambat (s/d 6 minggu untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7 melihatnya sebagai kelas yang independen karena bukti mendukung indikasi khusus. Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk menurunkan tekanan darah(Ditjen Farmasi, 2006).
Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid 2x/hari dapat digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang 1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan diuresis pada malam hari. Dengan penggunaan secara kronis, diuretik tiazide, diuretik penahan kalium, dan antagonis aldosteron jarang menyebabkan diuresis yang nyata. Perbedaan farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh dan lama efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui karena waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak berhubungan dengan lama kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat menurunkan tekanan darah terutama dengan mekanisme extrarenal.  Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi dengan kebanyakan obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan pemberian diuretik bersamaan. Efek samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual. Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek pada lemak serum dan glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat terjadi hipokalsemia(Ditjen Farmasi, 2006).
Studi jangka pendek menunjukkan kalau indapamide tidak mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual.  Semua efek samping diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek samping ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid dosis tinggi (misalnya HCT 100mg/hari). Guideline sekarang menyarankan dosis HCT atau klortalidone 12.5 – 25 mg/hari, dimana efek samping metabolik akan sangat berkurang (Ditjen Farmasi,2006).
Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau supplemen kalium. Hiperkalemia sangat bermasalah terutama dengan eplerenone, antagonis aldosteron yang terbaru (Ditjen Farmasi, 2006).
Diuretik bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan retensi abnormal garam dan air dalam kompartamin ekstraseluler tubuh, biasanya dirujuk sebagai edeme, pada umumnya, diuretic merupakan zat yang meningkatkan laju ekstrasi urin oleh ginjal, terutama melalui penurunan reabsorpsi subular. Ion natrium dan airnya dalam tubulus ginjal yang setara secara osmetik. Penimbunan cairan berlebih dalam kompartemen akstraseluler  dapat disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia kehamilan atau akibat sampingan obat (Ditjen Farmasi, 2006).
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah. Untuk ini, darah mengalami filtrasi, dimana semua komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel – sel darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang satu juta filter kecil (glomeruli), dan setiap 50 menit seluruh darah tubuh (ca 5 liter) sudah ‘dimurnikan’ dengan melewati saringan tersebut
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk menormalkan akibat suatu diuretik. Secara umum diuretic dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu (1) diuretic osmotic ; (2)penghambat mekanisme transport elektrolit d dalam tubuli ginjal. Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik (Ditjen Farmasi, 2006).
hiperkalemia melebihi diuretik penahan kalium lainnya, bahkan spironolakton. Eplerenone dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau spironolakton menyebabkan gynecomastia pada  ±10% pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi

0 comments: