Definisi
Asma adalah suatu
kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napasa yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di
dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel
baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma
adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berespon
dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer and Bare, 2002).
2.1.2
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan
faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkial.
timbulnya serangan asthma bronkial.
a.
Faktor predisposisi
1)
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b.
Faktor presipitasi
1)
Alergen
Dimana
alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran
pernapasan, seperti:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak
dengan kulit, seperti
: perhiasan, logam dan jam tangan.
2)
Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang
dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3)
Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
4)
Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5)
Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6)
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut (Dipiro,
et al., 2008).
2.1.3
Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai
oleh banyak perubahan dijalan nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan
peradangan selaput lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus
dan yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat
dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat rendah
ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat pemicu tersebut
merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan pembebasan
berbagai mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator
yang terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti
bahwa histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein
yang berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi
menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena
penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru;
penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan
usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi
yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan jalan
nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya
berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi setiap
hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan penyakit
jalan nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap terapi bronkodilator
saja. Eosinofil diperkirakan merupakan sel efektor utama pada pathogenesis
gejala asma kronik, dimana beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada
stel epitel bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel
mungkin sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu
sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi
eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini
mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma biasanya tidak
sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan penurunan PaO2. Pada
eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada
awalnya banyak keluar dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan
semakin parahnya obstruksi, PaCO2 meningkat karena hipoventilasi
alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris,
peregangan ventrik (Katzung, et al.,
2006).
Gejala
Gejala asma bersifat episodik,
seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa batuk
terutama pada malam atau dini hari, sesak napas, napas berbunyi (mengi) yang
terdengar jika pasien menghembuskan napasnya, rasa berat di dada dan dahak
sulit keluar. Sedangkan gejala yang
berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala
yang berat adalah Serangan batuk yang hebat, Sesak napas yang berat dan
tersengal-sengal, Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut),
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk dan
Kesadaran menurun (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007).
Sedangkan
menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma, diantaranya:
a.
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
b.
Sianosis karena hipoksia
c.
Gejala retensi CO2 : diaforesis,
takikardia, pelebaran tekanan nadi.
Diagnosis
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala
yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat
berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk
bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat
diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter.
a.
Pemeriksaan Fungsi Paru
1)
Spirometri
Spirometri
adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada
kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi
pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3
nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80%
nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu
adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2)
Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan
jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga
dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15
% setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral
10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas
APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya),
dan nilai normal variabilitas ini < 20%. Berikut adalah cara pemeriksaan
variabilitas APE yaitu:
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian =
------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
Pada pagi hari diukur APE untuk
mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi (Direktorat
Bina Farmasi dan Klinik, 2007).
b.
Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi
dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c.
Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal
akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau
asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma
berat
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2008).
Klasifikasi
a.
Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma
bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1)
Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai
dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan
asma ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi dalam keluarganya.
2)
Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non
alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3)
Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer &
Bare, 2002).
0 comments:
Post a Comment