Penatalaksanaan
Asma
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan
penatalaksanaan asma :
a.
Menghilangkan dan
mengendalikan gejala asma
b.
Mencegah eksaserbasi
akut
c.
Meningkatkan dan
mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d.
Mengupayakan aktiviti
normal termasuk exercise
e.
Menghindari efek
samping obat
f.
Mencegah terjadinya
keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
g.
Mencegah kematian
karena asma
Penatalaksanaan
asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila gejala
minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam, tidak ada keterbatasan
aktivitas termasuk exercise, kebutuhan
bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan), variasi
harian APE kurang dari 20 %, nilai APE normal atau mendekati normal, efek
samping obat minimal (tidak ada) dan tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
(Katzung, et al., 2006).
Terapi non farmakologi
A.
Edukasi pasien
Edukasi
pasien dan keluarga dalam penatalaksanaan asma bertujuan untuk :
a.
meningkatkan pemahaman
(mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri)
b.
meningkatkan
keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)
c.
meningkatkan kepuasan
d.
meningkatkan rasa
percaya diri
e.
meningkatkan kepatuhan
(compliance) dan penanganan mandiri
f.
membantu pasien agar
dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
Terapi
Farmakologi
A.
Simpatomimetik
Kerja farmakologi golongan
simpatomimetik yaitu stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan
terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
a.
Stimulasi reseptor β1
adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.
b.
Stimulasi reseptor β2
yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi
sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas
relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara
klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik
selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif
dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui
inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat
dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya
alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan
secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan
sifat farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi
asma (Dipiro, et al., 2008).
Agonis β2
kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan dengan
obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul
pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat
(seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan
untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan
fisik.
Efek samping
umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek kumulatif yang
dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada beberapa
kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk sementara waktu (Dipiro, et al., 2008).
Obat
simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita yang alergi terhadap obat
dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang
berhubungan dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan
terapi inotopik, takikardia atau blok jantung yang berhubungan dengan
intoksikasi digitalis (karena isoproterenol), dengan kerusakan otak organik,
anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan, jari kaki) karena adanya
risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi
jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena
efinefrin); pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma
sudut sempit, syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon
halogenasi atau siklopropan (karena epinefrin dan efedrin) (Dipiro, et al., 2008).
Peringatan untuk pasien khusus pergunakan
dengan perhatian untuk pasien dengan diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipertropi prostat (karena efedrin) atau riwayat seizure, geriatri,
psikoneurotik, riwayat asma bronkial dan emfisema pada penyakit jantung
degeneratif (karena efinefrin). Pada pasien dengan status asmatikus dan tekanan
gas darah abnormal mungkin tidak mengikuti hilangnya bronkospasmus secara nyata
setelah pemberian isoproterenol (Dipiro, et
al., 2008).
2.
Xantin
Metilxantin
(teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara
langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan
sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga
merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada
kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan
kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit
obstruksi saluran pernapasan kronik. Xantin diindikasikan untuk menghilangkan
gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasma reversibel yang berkaitan
dengan bronkhitis kronik dan emfisema (Dipiro, et al., 2008).
A. Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang
sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal untuk pasien asma umumnya memerlukan
obat yang diberikan secara parenteral, monitoring ketat dan perawatan intensif.
Berikut adalah dosis untuk pasien yang belum menggunakan teofilin. Untuk pasien
yang sudah menggunakan teofilin, pastikan jika memungkinkan, waktu, jumlah,
bentuk sediaan dan rute pemberian dari dosis terakhir yang diterima pasien.
Pemberian dosis awal dari aminofilin dapat diberikan melalui intravena lambat
atau diberikan dalam bentuk infus (biasanya dalam 100-200 mL) dekstrosa 5% atau
injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian jangan melebihi 25 mg/mL (Direktorat
Bina Farmasi dan Klinik, 2008).
Setelah itu terapi pemeliharaan dapat
diberikan melalui infus volume besar untuk mencapai jumlah obat yang diinginkan
pada setiap jam. Terapi oral dapat langsung diberikan sebagai pengganti terapi
intravena, segera setelah tercapai kemajuan kesehatan yang berarti. Status
asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal untuk
pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara parenteral, monitoring
ketat dan perawatan intensif (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2008).
Dosis untuk pasien yang belum
menggunakan teofilin dapat dilihat pada tabel berikut:
Pasien
|
Dosis
awal
|
Dosis
pemeliharaan
|
Anak
1-9 tahun
|
6,3
mg/kg a
|
1
mg/kg/jam a
|
Anak
9-16 tahun dan perokok dewasa
|
6,3
mg/kg a
|
0,8
mg/kg/jam a
|
Dewasa
bukan perokok
|
6,3
mg/kg a
|
0,5
mg/kg/jam a
|
Orang
lanjut usia dan pasien dengan gangguan paru-paru
|
6.3
mg/kg a
|
0,3
mg/kg/jam a
|
Pasien
gagal jantung kongestiv
|
6.4
mg/kg a
|
0,1-0,2
mg/kg/jam a
|
(Direktorat
Bina Farmasi dan Klinik, 2008)
B. Teofilin
Dosis yang
diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon klinik dan
perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin
anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20
mcg/mL. Berikut adalah dosis yang direkomendasikan untuk pasien yang belum
menggunakan teofilin. Dosis awal pada terapi kronis yang digunakan adalah 16
mg/kg dalam 24 jam atau 400 mg dalam sehari, yang dibatasi dengan pemberian
teofilin anhidrous dalam interval 6-8 jam. Dosis di atas dapat ditingkatkan
menjadi 25% dengan interval 3 hari sebagaimana dapat ditoleransi sampai dosis
maksimum tercapai anak (Dipiro, et al.,
2008).
3.
Antikolinergik
A.
Ipratropium Bromida
Ipratropium
untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan
menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.
Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak
bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat
antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan
seromukus mukosa hidung. Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam
pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif
kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema (Dipiro, et al., 2008).
Dosis
penggunaan Ipratropium dapat dilihat
pada tabel berikut:
Bentuk
Sediaan
|
Dosis
|
Aerosol
|
2
inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh menggunakan dosis tambahan
tetapi tidak boleh melebihi 12 inhalasi dalam sehari
|
Larutan
|
Dosis
yang umum adalah 500 mcg (1 unit dosis dalam vial), digunakan dalam 3 sampai
4 kali sehari dengan menggunakan nebulizer oral, dengan interval pemberian
6-8 jam. Larutan dapat dicampurkan dalam nebulizer jika digunakan dalam waktu
satu jam.
|
(Direktorat
Bina Farmasi dan Klinik, 2008).
B. Tiotropium Bromida
Tiotropium
adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan sebagai
antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek
farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi
bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat
sangat spesifik pada lokasi tertentu (Dipiro, et al., 2008).
Tiotropium
digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema. Dosis: 1 kapsul
dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler (Dipiro, et al., 2008).
Cara
penggunaan tiotropium yaitu sebelum menggunakan, buka kemasan sampai satu
kapsul terlihat jelas. Dorong kemasan sampai pada tanda “STOP” pada blister
untuk menghindari terpaparnya kapsul lain. Segera pakai kapsul yang sudah
terbuka/ jika tidak efikasinya akan berkurang. Buka bagian penutup serbuk dari handihaler
dengan cara menariknya ke atas, kemudian buka bagian yang akan dimasukkan
ke dalam mulut. Masukkan kapsul ke dalam tabung. Tidak menjadi masalah, bagian
mana dari ujung kapsul yang akan dimasukkan ke dalam tabung. Tutup bagian mulut
tabung dengan rapat sampai terdengar bunyi “klik” kemudian biarkan bagian
penutup sebuk terbuka. Pegang handihaler dengan kuat dengan bagian yang akan
dimasukkan ke dalam mulut menghadap ke atas, tekan bagian tombol yang tajam dan
lepaskan. Ini akan membuat lubang pada kapsul sehingga obat akan dibebaskan.
Buang napas. Jangan bernapas ke bagian tabung yang akan dimasukkan ke dalam
mulut untuk beberapa saat (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2008).
Handihaler dimasukkan
ke dalam mulut dan tutup bibir rapat-rapat dan tempelkan pada bibir tabung.
Tegakkan kepala dan tarik napas perlahan-lahan dan dalam tapi dengan kecepatan
yang cukup untuk mendengar vibrasi kapsul. Tarik napas sampai paru-paru penuh
kemudian tahan napas sedemikian sehingga terasa nyaman. Pada saat yang
bersamaan, lepaskan handihaler dari mulut. Bernapas seperti biasa. Untuk
memastikan pemakaian dosis tiotropium lengkap, ulangi hal ini sekali lagi.
Setelah melengkapi dosis tiotropium dalam sehari, buka bagian atas tabung.
ambil kapsul yang telah digunakan dan buang. Tutup bagian atas tabung dan
penutup serbuk dan simpan (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2008).
Efek samping
terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri dari sakit perut, nyeri dada (tidak
spesifik), konstipasi, mulut kering, dispepsia, edema, epistaksis, infeksi,
moniliasis, myalgia, faringitis, ruam, rhinitis, sinusitis, infeksi pada
saluran pernapasan atas, infeksi saluran urin dan muntah. Kontra Indikasi untuk
pasien riwayat hipersensitif terhadap atropin atau turunannya, termasuk ipratropium
atau komponen sediaan (Dipiro, et al.,
2008).
4.
Kromolin Sodium dan Nedokromil
A.
Kromolin Natrium
Kromolin
merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas intrinsik
bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid.
Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow
Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja
lokal pada paru-paru tempat obat diberikan. Asma bronkial (inhalasi, larutan
dan aerosol) : sebagai pengobatan profilaksis pada asma bronkial. Kromolin
diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan
pengobatan secara reguler. Pencegahan
bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) untuk mencegah bronkospasma
akut yang diinduksi oleh latihan fisik, toluen diisosinat, polutan dari lingkungan
dan antigen yang diketahui (Dipiro, et al.,
2008).
Larutan
nebulizer digunakan dengan dosis awal 20 mg
diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang teratur. Efektifitas terapi
tergantung pada keteraturan penggunaan obat. Pencegahan bronkospasma akut :
inhalasi 20 mg (1 ampul/vial) diberikan dengan nebulisasi segera sebelum
terpapar faktor pencetus (Dipiro, et al.,
2008).
Aerosol untuk penanganan asma bronkial pada dewasa dan
anak 5 tahun atau lebih. Dosis awal biasanya 2 inhalasi, sehari 4 kali pada
interval yang teratur. Jangan melebihi dosis ini. Tidak semua pasien akan
merespon dosis ini, dosis yang lebih rendah akan diperlukan pada pasien yang lebih
muda. Keefektifan pengobatan pada pasien asma kronik tergantung kepada
keteraturan penggunaan obat. Pencegahan bronkospasma akut : dosis umum
adalah 2 inhalasi secara singkat (misalnya dalam 10 – 15 menit, tidak lebih
dari 60 menit) sebelum terpapar faktor pencetus (Dipiro, et al., 2008).
Dosis oral untuk dewasa yaitu 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan
saat menjelang tidur. Anak – anak 2 –
12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat
menjelang tidur. Jika dalam waktu 2-3
minggu perbaikan gejala tidak tercapai, dosis harus ditingkatkan, tetapi tidak
melebihi 40mg/kg/hari (Dipiro, et al.,
2008).
Efek samping yang paling sering terjadi
berhubungan dengan penggunaan kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi
saluran pernapasan: bronkospasme (biasanya bronkospasma parah yang berhubungan
dengan penurunan fungsi paru-paru/FEV1), batuk, edema laringeal (jarang),
iritasi faringeal dan napas berbunyi. Efek samping yang berhubungan dengan
penggunaan aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa
tidak enak pada mulut, batuk, napas berbunyi dan mual (Dipiro, et al., 2008).
Kontraindikasi untuk pasien hipersensitif
terhadap kromolin atau komponen sediaan. Kromolin tidak diresepkan untuk asma
akut terutama status asmatikus, merupakan obat profilaksis yang tidak efektif
untuk keadaaan akut. Reaksi
anafilaksis parah dapat terjadi meski jarang. Pada pasien dengan
gangguan ginjal/hati, dosis harus diturunkan atau hentikan penggunaan obat
(Dipiro, et al., 2008).
Untuk kehamilan termasuk
dalam kategori B. Keamanan penggunaan untuk ibu menyusui belum diketahui, keamanan
dan efikasi pada anak kurang dari 2 tahun belum diketahui dan untuk bayi lebih
dari 6 bulan, pemberian tidak boleh lebih dari 20mg/kg/hari. Pasien umumnya
menjadi batuk setelah menggunaan sediaan inhalasi. Asma dapat kambuh jika obat
digunakan di bawah dosis yang rekomendasi atau pada penghentian obat. Karena
propelan yang ada dalam sediaan, penggunaan ini harus disertai perhatian pada
pasien jantung koroner atau aritmia jantung (Diporo, et al., 2006).
B.
Nedokromil Natrium
Nedokromil merupakan anti-inflamasi
inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi secara in
vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma
termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan platelet.
Nedokromil menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan
maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi (Dipiro, et al., 2008).
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan
sebagai terapi pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau
lebih pada asma ringan sampai sedang. Dosis dan Cara Penggunaan yaitu 2 inhalasi, 4x sehari dengan interval
yang teratur untuk mencapai dosis 14 mg/hari. Nedokromil dapat ditambahkan
kepada obat pasien yang ada sebelumnya (seperti bronkodilator). Jika efek
pengobatan tercapai dan asma terkendali, usaha untuk menurunkan penggunaan obat
secara berturut-turut harus dilaksanakan secara perlahan-lahan (Dipiro, et al., 2008).
Efek samping yang terjadi pada
penggunaan nedokromil bisa berupa batuk, faringitis, rinitis, infeksi saluran
pernapasan atas, bronkospasma, mual, sakit kepala, nyeri pada dada dan
pengecapan tidak enak. Kontra Indikasi untuk hipersensitif terhadap nedokromil atau
komponen sediaan. Peringatan untuk bronkospasma akut : nedokromil bukan
bronkodilator, dan tidak digunakan untuk bronkospasma akut, khususnya status
asmatikus. Untuk keamanan kehamilan termasuk
dalam kategori B, pada ibu menyususi belum diketahui apakah obat terdistribusi
ke dalam air susu. Keamanan dan efikasi pada anak di bawah 6 tahun belum
diketahui. Sediaan inhalasi dapat menyebabkan batuk dan bronkospasma (Dipiro, et al., 2008). pada beberapa pasien.
Jika terapi steroid inhalasi atau sistemik dihentikan, pasien harus dimonitor
(Dipiro, et al., 2008).
5.
Kortikosteroid
Obat-obat ini merupakan steroid
adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan
glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel
yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi
AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos
secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara
efektif dengan efek sistemik minimal (Dipiro, et al., 2008).
Terapi pemeliharaan dan propilaksis
asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang
mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma
dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak
diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan
obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid
sistemik atau terapi bronkhitis non asma (Dipiro, et al., 2008).
Efek samping
secara lokal yaitu iritasi tenggorokan, suara serak,
batuk, mulut kering, ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu. Sistemik
: depresi fungsi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA). Terjadinya kematian
yang disebabkan oleh insufisiensi adrenal dan setelah terjadinya peralihan dari
kortikosteroid sistemik ke aerosol (Dipiro, et
al., 2008).
6.
Antagonis Reseptor Leukotrien
A. Zafirlukast
Zafirlukast adalah antagonis reseptor
leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi
lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi
leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan,
konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan
proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma (Katzung, et al., 2006).
Antagonis Reseptor Leukotrien diindikasi untuk profilaksis dan perawatan asma kronik
pada dewasa dan anak di atas 5 tahun. Dosis dan cara penggunaan obat golongan antagonis reseptor leukotrien pada dewasa
dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari dan untuk Anak usia 5 –
11 tahun : 10 mg, dua kali sehari. Oleh karena makanan menurunkan
bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan. Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit
kepala, mual dan infeksi (Katzung, et al.,
2006).
Zafirlukast dapat menginhibisi isoenzim
sitokrom P450 2C9 dan 3A4, penggunaan zafirlukast bersamaan dengan obat-obat
yang dimetabolisme oleh obat ini harus disertai perhatian. Obat – obat yang
dapat mempengaruhi zafirlukast adalah aspirin, eritromisin dan teofilin.
Obat-obat yang dapat dipengaruhi zafirlukast adalah warfarin. Bioavailabilitas
zafirlukast menurun jika digunakan bersamaan makanan. Oleh karena itu
penggunaan zafirlukast sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau dua jam
setelah makan (Katzung, et al.,
2006).
B. Montelukast Sodium
Montelukast
adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada penggunaan oral,
yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah
produk metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil.
Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran
pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang
berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma. Montelukast
Sodium diIndikasikan untuk profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan
anak-anak > 12 bulan (Dipiro, et
al., 2008).
Dosis
dan cara penggunaan montelukast sodium
dapat dilihat pada tabel berikut:
Bentuk
Sediaan
|
Dosis
|
|
Tablet
|
Dewasa
dan remaja >15 tahun
|
10
mg setiap hari, pada malam hari
|
Tablet
kunyah
|
Anak
6-14 tahun
|
5
mg setiap hari, pada malam hari
|
Anak
5-14 tahun
|
4
mg setiap hari
|
|
Granul
|
Anak
12 – 23 tahun
|
1
paket 4 mg granul setiap hari, pada malam hari.
|
0 comments:
Post a Comment