ANTAGONIS ALDOSTERON
Spironlakton telah lama diakui
sebagai inhibitor aldosteron yang memberikan sebuah kelemahan efek diuretik
hemat potassim. Bagaimanapun, hanya baru-baru ini efek kardiovaskuler dari
aldosteron telah dipahami pada pembahasan detil dibawah “patofisiologi” atas
aldosteron, yang sekarang diakui sebagai neurohormaon yang memainkan peranan
penting dalam pembentukan kembali ventrikel terutama sekali dengan menyebabkan
peningkatan deposisi kollagen dalam mtriks extraseluler dan itu menyebabkan
fibrosis kardiak. Berdasarkan pada pengetahuan ini, efek antagonis aldosteron
dengan spironolakton dipelajari pada 1600 pasien dengan kegagalan jantung kelas
III ( dengan baru opname) atau kelas IV. Studi ini (disebut RALES) menguji
penambahan spironolakton 25 mg sehari
versus placebo pada terapi standar kegagalan jantung, yang meliputi inhibitor
ACE , diuretik, dan digoksin. Karena saat percobaan ini, manfaat dari β-blocker tidaklah
sepenuhnya diakui dan hanya 10 % dari pasien yang menerima β-blocker. Pasien
dengan konsentrasi serum kreatinin diatas 2,5 mg/ dL, atau serum potassium
konsentrasi diatas 5 mEq/L , adalah tidak termasuk. Studi berhenti setelah
rata-rata 24 bulan dari follow-up karena signifikant mengurangi mortalitas
terkait dengan 30 % pengurangan total mortalitas, 36 % pengurangan dalam
kematian gagal jantung progresif, dan 29 % pengurangan kematian mendadak.
Spironolakton juga menghaslkan pengurangan signifikant dalam opname untuk
kegagalan jantung. Terapi aktif juga dikaitkan dengan peningkatan signifikant
pada symptom sebagai penilaian dengan mengganti pada kelas fungsional NYHA.
Dosis rendah
spironolakton dalam studi RALES
mempunyai toleransi baik. Efek samping paling umum yang terjadi 10 % dari
spironolakton dan 1 % dari placebo. Walaupun hanya 10 pasien (1,7 % dari orang) dalam kelompok terapi
spironolakton dihentikan karena gynecomastia. Juga dihasilkan signifikant
secara statistik , walaupun kemungkinan secara
klinis tidak penting, peningkatan level serum kreatinin dan serum
potassium dari 0,05 sampai 0,10 mg/dL dan 0,30 mEq/L diakui. Hiperkalemia
serius tidaklah berbeda antara kelompok terjadi 10 % pada placebo dan 2 % pada
spironolakton.
Percobaan terbaru EPHESUS
telah mengevaluasi efek dari antagonis reseptor aldosteron selektif eplerenon
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri setelah MI. Eplerenon atau placebo
ditambah pada terapi biasa (inhibitor ACE, β-blocker, aspirin, dan diuretik dalam
kebanyakan) pada 6642 pasien dan serupa pada percobaan RALES,
pasien-pasien yang tidak termasuk serum
kreatinin konsentrasi lebih besar dari 2,5 mg/dL atau serum potassium
konsentrasi lebih besar dari 5 meq/L. Dalam studi ini, eplerenon dikaitkan degan
13 % pengurangan kematian dari adanya penyebab, dengan lebih besar terlihat
manfaat penyelamatan hidup pada pengurangan kematian mendadak dari penyebab
kardiak. Dan dimana tidak ada terjadi penguragan dalam opname dari semua kasus.
Ada 23 % pengurangan dalam resiko opname dari gagal jantung. Karena reseptor
selektif alami dari eplerenon, itu tidak terkait dengan gynecomastia, walaupun
ada perbedaan signifikant dalam insiden hiperkalemia serius, terjadi 5,5 % dari
eplerenon dan 3,9 % dari percobaan pasien placebo.
Dimana percobaan klinis
membuktikan resiko minimal sehubungan dengan antagonis aldosteron dalam
pengaturan kegagalan jantung, data dari percobaan klinis menunjukkan gambaran
berbeda. Beberapa studi mempunyai tingginya rtesiko dari hiperkalemia serius
dan dan bertambah buruknya fungsi ginjal adalah lebih tinggi dari observasi
dalam percobaan klinis. Data ini mendorong bahwa 25%-40% dari pasien kembangkan
hiperkalemia(>5mEq/L) dan bahwa 10 % sampai 12 % kembangkan hiperkalemia
serius (> 6 mEq/L). Ini mungkin pada sebagian kegagalan dokter
mempertimbangkan fungsi ginjal pasien untuk mengurangi atau menghentikan
suplemen potassium pasien, atau memonitor fungsi ginjal dan konsentrasi
potassium secara teliti sekali pemberian antagonis aldosteron. Walaupun saat
pasien dimonitor dengan teliti, resiko dari hiperkalimia dapat memainkan peranan tinggi, terutama pada
mereka yang lebih tua dan mereka dengan
sangat rendah Efs. Untuk itu,
jika dokter menggunakan antagonis aldosteron, ia harus secara kontinu dengan
hati-hati memonitor fungsi ginjal dan konsentrasi potassium dan dengan
menghindarkan dari penggunaan pada pasien dengan dampak ginjal yang signifikant atau level potasssium
normal yang tinggi.
Manfaat dari antagonis
aldosteron dalam kegagalan jantung menunnjukkan lebih besar inhibisi
neurohormonal mereka, dengan menyebut inhibisi aksi aldosteron pada jantung.
Terutama mnafaat yang diyakini kemampuan
agen ini untuk menghambat fibrosis kardiak mediator aldosteron dan perubahan kembali ventrikel. Dan dimana
dengan riwayat spironolakton telah memperlihatkan seperti diuretik, ini
dipercayai memberikan sedikit untuk manfaat itu dalam gagal jantung sebagian
karena penggunaan dosis minimal efek diuretik, seperti inhibitor ACE dan β-blocker. Data
pada antagonis aldosteron juga mendukung perubahan neurohormonal dari gagal
jantung.
Penggunaan bersama, perlakuan
RALES dan EPHESUS memberikan manfaat dari antagonis aldosteron pada dua
perbedaan besar spektrun kegagalan jantung, yang dikenal MI ( NYHA kelas I) dan
NYHA kelas IV. Dimana manfaat antagonis aldosteron pada pasien dengan gagal
jantung kelas II atau kelas III stabil tidak dipelajari, itu memberikan alsan
untuk memerkirakan bahwa manfaat itu mungkin ada.
Pemberian antagonis aldosteron
dalam akhir terapi untuk elusidasi penuh. Bagaimanapun, itu terlihat
memungkinkan untuk pertimbangan tambahan mereka pada terapi standar pada pasien
yang sama mengikuti perlakuan RALES dan EPHESUS. Untuk pasien yang termasuk
kelompok studi dalam percobaan klinis ini, tidak ada petunjuk jelas pada
penggunaan antagonis aldosteron pada pasien, itu mungkin menjadi alasan pertimabangan digunakanya
suatu antagonis aldosteron jika pasien terbukti dengan suplemen potassium.
Alasan untuk penggunaan pengturan ini adalah mengurangi atau eliminasi suplemen
potassium dapat memungkinkan dan juga ada potensi untuk menambah manfaat dengan
respon setelah perpanjangan penyakit. Penambahan sipronolakton untuk pasien
gagal jantung kelas II atau kelas III yang mana tetap symptomatik,
walaupun terapi optimal juga suatu
alasan yang dipertimbangkan.
BLOKADE RESEPTOR ANGIOTENSIN II
Penggunaan blokade reseptor
angiotensisn II(ARBs) dalam kegagalan jantung memberikan perhatian beasar dan
kontroversi. Peranan penting darin sistem
RAA dalam pengembanagan gagal jantung dan progrsif adalah terbentuk baik,
seperti manfaat inhibisi sistem raa dengan inhibitor ACE. Walaupun pmberian
kronis dari inhibitor Ace dapat menghasilkan jalan keluara dalam ACE dengan
menigkatkan sirkulasi angiotensin II, NE, dan aldosteron. Pada penambahan,
angiotensin ii dapat terbentuk dalam sejumlah jaringan, termasuk jantung,
melalui jalur yang bergantuntg non ACE ( seperti. Simase, katepsin, dan
kallikrein). Oleh karena itu, blokade dari efek yang menganggu angiotensin ii
melalui inhibisi ACE adalah tidak komplet. Pada penambahan, gangguan efek
sampig dari inhibitor ACE seperti bauk adalah sama pada akumulai braikinin
terkait dengan agen ini.
ARBs menghambat reseptor
subtipe AT1 angiotensin II, menghalangi pencegahan efek angiotensin
II tanpa memperhatikan asalnya. Mereka tidak memperlihatkan efek bradikinin.
Dengan menghambat kedua bentuk dari angiotensin II dan efek pada reseptor AT1,
kombinasi terapi dengan inhibitor ACE-ARB secara teori menguntungkan padapenggunaan
agen sendiri lebih komplit dari penghilangan efek angiotensin II. Juga secara
langsung menghambat reseptor AT2, menyebabkan vasodilatasi dari
perubahan ventrikel. Karena bradikinin terkait efek samping dari inhibitor ACE
seperti angiodema dan batuk mendorong penghentian obat pada beberapa pasien.
Potensi untuk ARB menghasilkan manfaat klinis serupa dengan lebih sedikit efek
sampig adalah menrik prhatian besar, dimana ARBs menambah peningkatan manfaat
terapi atau lebih unggul (atau ekivalen) untuk inhibitor ACE adalah fokus dari
beberapa percobaan klinis.
Awal studi mengindikasikan
bahwa ARBs dan Ace inhibitor menghasilkan efek hemodinamik serupa dan kombinasi
terapi meningkatkan kapasitas latihan fungsi ventrikl, kualitas hidup, dan
neurohormon pada pasien gagal jantung. Percobaan ELITE II adalah yang pertama
membendimngkan efek dari ARB (losartan) dengan suatu inhibitor ACE (kaptorpil)
pada semua penyebab motilitas pada pasien dengan gagal jantung kelas II-IV NYHA, Tidak signifikantnya
perbedaan mortilitas antara dua kelompok yang diaobservasi walaupun losartan
toleransinya lebih baik dari kaptopril.
Evaluasi percobaan Val-heFT
dimana penambahan valsartan pada stanadar dasar terapi gagal jantung ( yang
meliputi inhibitor ACE 93% dan β-blocker 35 v% dari pasien0 meningkatkan
keselamatan hidup . Penambahan valsartan tidak mempunyai efek pada semua
penyebab mortalitas tapi menghasilkan 13 % pengurangan morbiditas dan
mortalitas (secara prinsip pada pengurangan dalam opname gagal jantung).
Analisis subgrup menunjukkan
bahwa manfaat terbesar pada pasien yang tidak menerima terapi dasar inhibitor
ACE dan efek gangguan ditemukan pada mereka yang ditambah valsartan pada
inhibitor ACE dan β-blocker. Berdasarkan hasil ini, valsartan
sekarang menawarkan untuk dignbakan pada pasien intolerant inhbitor ACE.
Walaupun studi ini mendorong manfaat dari kombinasi terapi ARB-inhibitor ACE,
itu tidak memberikan dukungan yang jelas untuk penggunaan kombinasi, terutama
pada pasien yang menerima terapi β-blocker.
Candesartan pada kegagalan
jantung: Penilaian dari pengurangan percobaan mortalitas dan morbiditas(CHARM0
adalah digambarakan tiga studi perbandingan candesartan dengan placebo pada pasien dengan symptomatik
gagal jantung. Percobaan penambahan CHARM menemukan pengurangan signifikant
pada end point utama dari kematian kardiovaskuler atau opname dan untuk gagal
jantung pada pasien yang menerima candesartan, walaupun manfaat yang
paling berubah pada penambahan CHARM.
Dengan akhir percobaan penambahan CHARM , diatas 60% pada pasien yang menerima
terapi β-blocker, tapi tidak serupa percobaan Val-HeFt, tanpa merugikan interaksi
dengan β-blocker yang dideteksi. Secara keseluruhan, candesartan mempunyai
toleransi baik, tapi mitu dignakann sehubungan dengan peningkatan resiko dari
hipotensi, hiperkalemia, dan disfungsi ginal.
Valsartan dalam percobaan
infarksi myocardial akut (VALIANT) membandingkan efek dari valsartan,
captopriol, dan kombinasi dari dua agen pada pasien MI dengan gejala gagal
jantung, disfungsi ventrikel kiri, atau keduanya. End point utama ari totsl
mortalitas terjadi 19,3 % ari pasien yang menerima valsartan dan captopril,
19,5 % dari pasien yang diobati captopril, dan 19,9 5 dari kelompok perlakuan
valsartan. Bahwa, pada populasi beresiko tinggi MI, valartan adalah efektif
seperti captopril dalam mengurangi resiko kematian. Tapi kombinasiterapi hanya
meningkatkan resiko dari efek samping dan tidak meningkatkan perbandingan
keselamatan hidup dengan monoterapi dengan agen lain.
Petunjuk ACC/AHA, dikembangkan
sebelum percobaan Val-heFT, CHARM dan VALIANT
yang komplit. Indikasinya bahwa ARBs harus tidak dipertimbangkan pada
pasien yang tidak tolerant pada inhibitor ACE. Secara kolektif, hasil dari
percobaan ini secara jeas mendukung ini direkomendasikan untuk pasien yang
tidak dapat toleransi inhibitor ACE> ARBs bukanlah alternatif pada pasien
dengan hipotnsi, hiperkalemia, atau insuffisiensi ginjal sekunder pada
inhibitor ACE karena mereka adalah lebih cenderung menyebabkan efek samping
ini. Obat yang spesifik dan dosis pencegahan efektif pada perlakuan klinis
harus digunakan. Peranan dari ARBs
sebagai adjuctif untuk inhibitor ACE tetap kontroversi.
Perlakuan tambahan CHARM menemukan bahwa penambahan candesartan
pada inhibitor ACE dan β-blocker menghasilkan peningkatan dalam mengurangi
keatian kardiovaskuler dan opname untuk kegagalan jantung tapi tidak
meningkatkan keselamatan hidup secara keseluruhan. Pada kondisi berlawanan,
VALIANT menemukan tidak ada manfaat dari penambahan valsartan pada pengobatan
inhibitor ACE pada pasien mi dan post-hoc analisis dari Val-heFt mendukung
potensi merugikan pada pasien yang menerima inhibitor ACE dan β-blocker. Hasil
ini mendorong bahwa pnambahan ARB untuik mengoptimalkan terapi kegagalan
jantung (inhibitor ACE, β-blocker, diuretiki, dll). Penawaran terbaik,
manfaat terpisah dengan meningkatnya resiko efek samping, bahwa sampai data
penambahan tersdia, terapi inhibitor ACE dan
β-blocker harus dioptimalkan pertama sebelum pertimbangan penambahan suatu
ARB.
NITRAT DAN HIDRALAZIN
Nitrat dan hidralazin adalah
awal kombinasi pada pengobatan gagal jantung karena aksi hemodinamik komplement
mereka. Nitrat, engan aktivasi guanilat siklase untuk meningkatkan siklus
guanosin monoospat (cGMP) pada otot polos vaskuler, yaitu venodilator primer,
produksi ini mengurangi dalam preload. Hidralazin adalah aksi vasodilator
langsung yang secara dominat beraksi pada arteri otot polos untuk mengurangi
SVR dan peningkatan strok volum dan kardiak output. Efeknya pada preload adalah
kurang. Percobaan terbaru, mendukung
bahwa agen ini juga dapat mempunyai efek yang bermnfaat dalam gagal jantung
disamping aksi hemodinamik mereka yang menghambat proses perubahan ventrikel,
pencegahan toleransi nitrat, dan mekanisme pelemahan sel terkait dengan
progresi gagal jantung.
Perbandingan dengan placebo
kombinasi dari hidralazin dan isoorbid dinitrat (ISDN) mengurangi mortilitas
pada pasien yang menerima diuretik dan digoksin (tapi buka inhbitor ACE atau β-blocker).
Bagaimanapun percobaan yang lain membandingkan kombinasi dengan suatu inhibitor
ACE ditemukan bahwa mortilitas adalah lebih rendah pada kelompok inhibitor ACE.
Efek samping (terutama sakit kepala dan complien gastrointestinal) dengan
kombinasi hidralazin –ISDN adalah umum, membatasi penggunaan mereka pada
pasien. Pasien komplien juga isu penting, sebab hidralazin –ISDN yang diberikan
empat kali sehari dalam percobaaan ini. Dimana sedikitnya frekuensi pemberian memberikan manfaat
equivalen yang tidak diketahui.
Saat ini direkomendasikan
pedoman bahwa hidralazin-ISDN harus tidak digunakan dari inhibitor ACE
sebagai terapi standar dalam gagal
jantung atau pengganti untuk inhibitor ACE pada pasien yang toleransi inhibitor
ACE. Penggunaan kombonasi hidralazin-ISDN
dapat dipertimbangkan suatu terapeuik pilihan pada pasien yang tidak
bisa diberikan inhibitor ACE atau ARB karena insuffisiensi ginjal,
hiperkalemia, atau memungkinkan hipotensi. Walaupun, itu harus diantisipasi
bahwa complien dengan regimen ini akan melemahkan dan beresiko efek samping
yang tinggi. Untuk itu diberikan manfaat pencegahan dan beresiko rendah efek
samping, kebanyakan dokter saat ini lebih memilih ARBs pada pasien yang tidak
dapat toleransi inhibitor ACE.
Tidak adanya percobaan kontrol
mengevaluasi manfaat dari penambahan terapi hidralazin –ISDN untuk pasien yang
tetap symptomatik walaupun diobati inhibitor ACE dan atau β-blocker.
PENGOBATAN DARI GANGGUAN
YANG BERSAMAAN
Kegagalan jantung adalah
selalu bergabung degan gangguan lain dimana sejarah alami, atau terapi dapat
mempengaruhi mortalitas pada penyeleksian pasien, managemen optimal dari
gangguan yang bersamaan ini dapat menimbulkan dampak pada kegagalan jantung dan
hasil gejala.
HIPERTENSI
Walaupun penyakit iskemik
jantung menggantikan hipertensi seagai yang paling umum penyebab kegagalan
jantung, hampir dua samapai tiga dari pasien kegagalan jantung saat ini
mempunyai hipertensi atau sebelumnya mempunyai sejarah hipertensi. Hipertensi
dapat menyumbangkan secara langsung berkembangnya kegagalan jantung dan juga menyumbangkan secara tidak langsung
dengan peningkatan resiko penyakit arteri coronaria.
Farmakotaerapi hipertensi pada pasien dengan gagal jantung
dimulai harus melibatkan agen yang dapat mengobati kedua gangguan seperti
inhibitor ACE, β-blocker, dan diuretik. Jika pengendalian hipertensi tidak diperoleh
setelah optimalisassi pengobatan dengan agen ini penambahan suatu ARB atau blokade chanel kalsium generasi kedua seperti
amlodipin (atau dapat felodipin) harus dipertimbangkan. Pengobatan yang
dihindari termasuk blokade chanel kalsium dengan efek inotropik negatif (
seperti verapamil, diltizem, dan umumnya dihidropiridin) dan aksi vcasodilator
langsung (seperti, minoxidil) yang menyebabkan retensi garam.
ANGINA
Penyakit arterti coronaria
dalah paling umum etiologi kegagalan jantung, pertimbangan managemen dari
penyakit arteri coronaria dan resiko faktor itu adalah strategi penting pada
pencegahan dan pengobatan gagal jantung. Revaskulerisasi coronaria harus
dipertimbangkan secara kuat pada pasien dengan kegagalan jantung dan angina.
Farmakoterapi dari angina pada pasien dengan kegagalan jantung harus digunkan
obat-obat yang dapat mengobati kedua gangguan dengan sukses. Nitrat dan β-blocker adalah
agen pilihan untuk pasien dengan kedua gangguan karena mereka dapat
meningkatkan hemodinamik dan hasil klinis. Yang harus dicatat bahwa anti
anginal yang efektif dari agen ini dapat secara signifikant dibatasi jika
retensi cairan tidak dikendalikan dengan diuretik sama pada penggunaan mereka
dalam hipertensi, amlodipin dan felodipin menunjukkan keamanan untuk digunakan
dalam pengaturan ini.
FIBRILASI ARTERI
Fibrilasi arteri adalah paling sering ditemui aritmia,
dan itu ditemukan secara umum pada psien dengan kegagalan jantung, yang
memepengaruhi 10% sampai 50% dari
pasien. Tingginya kejadian dari fibrilasi aretri dalam populasi gagal jantung
tidaklah mengherankan karena setiap predisposisi kedua gangguan ini untuk yang
lainya, dan mereka memberikan banyak faktor resiko, meliputi penyakit arteri coronaria
dan hipertensi. Adanya
fibrilasi arteri pada pasien dengan gagal jantung terkait dengan pemburukan
progosis jangka panjang. Komnbinasi fibrilasi areteri dan gagal jantung dapat
berpengaruh pada efek kerusakan termasuk peningkatan resiko throm\bo embolisme
sekunder pada stsis dari darah dalam arteri. Pengurangan kardiak output pada
hilangnya kontribusi areteri untuk pemenuhan ventrikel dan penggabungan
henodinamik dari respon ventrikel yang cepat. Lebih atas, kegagalan jantung
exaserbasi dan fibrilasi arteri adalah terlihat sama, dan itu selalu sulit
didefenisikan dimana gangguan disebabkan yang lain. Sebagai contoh, perburukan
kegagalan jantung menghasilkan overload volume, yang menurunkan penyebab
distensi arteri dan meningktkan resiko fibrilasi arteri. Secara bersamaan,
fibrilasi arteri dengan respon ventrikel yang cepat menurunkan kardiak
output dan mengarah pada kegagalan
jantung exaserbasi. Managemen optimal dari kedua kondisi adalah dengan
membutuhkan perhatian yang baik untuk mengendalikan respon ventrikel dan
antikoagulan untuk pencegahan strok. Sebagai tambahan, ACE inhibitor bukan pilihan
utama pada pengobatan pada kasus ini β-blocker lebih bagus diberikan kepada
pasien gagal jantung.
β-blocker
sudah diteliti, dengan menggunakan lebih dari 10000 relawan sebagai
percobaan.carvedilol, metoprolol sebagai sustalned release dan bisoprolol
adalah obat yang paling baik untuk pengobatan gagal jantung. setiap obat itu
sudah diteliti dalam populasi yang luas dengan melihat tingkat kematian pasien
dimana hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan angka tingkat
kematian yang signifikan setelah penggunaan obat-obat β-blocker ini. penelitian dari CIBIS II,
menyatakan bahwa bisoprol pada lebih dari 2600 pasien, kebanyakan adalah yang
menderita gagal jantung kelas III. penelitian sudah dihentikan, karena telah
ditunjukkan adanya penurunan tingkat kematian 34% setelah menggunakan bisoprolol.
analisa post-hoc menunjukkan bahwa terjadi penurunan kematian secara tiba-tiba
sebesar 44% dan penurunan kematian akibat semakin parahnya gagal jantung
sebesar 26%. berdasarkan data-data yang ada, percobaan β-blocker-vs-mortalitas, metoprolol CR/XL,
randomised intervention trial in congestf heart failure (MERIC-HF), adalah
sangat mirip dengan misoprolol. Pada penelitian ini, hamper 4000 pasien diambil
secara acak untuk metoprolol CR/XL (toprol XL). Kebanyakan pasien adalah
penderita gagal jantung kelas II atau III. Lagi-lagi penelitian dihentikan
dengan cepat karena terjadi penurunan kematian sebesar 34%, dimana penurunan
kematian secara tiba-tiba sebesar 41% dan 49% akibat semakin memburuknya
penyakit. Analisa-analisa
multiple post-hoc subgroup dianjurkan bahwa semua analisa diuntungkan dari
terapi ini.
Berdasarkan penelitian tersebut, dinyatakan
bahwa β-blocker adalah pengobatan yang baik pada gagal jantung kelas II dan III
dan β-blocker ini telah menjadi terapi standar untuk pengobatan pasien gagal
jantung. Muncul pertanyaan,
apakah β-blocker dapat digunakan atau aman digunakan bagi pasien kelas IV. The
carvedilol…(Copernicus) penelitian dari Copernicus yaitu mengggunakan
carvedilol dalam tritmen yang hebat dan seperti penelitian yang lain, bahwa
penelitian dihentikan dengan cepat karena obat-obat itu menunjukan kelangsungan
hidup yang lebih lama. Secara specific
carvedilol, relatip menurunkan tingkat kematian sebesar 35% dan yang
mengesankan adalah secara absolut tingkat kematian dapat diturunkan sampai 7,1%
(dari 18,5%-11,4%). Dengan demikian β-blocker adalah pilihan yang tepat untuk
gagal jantung simptomatik sistolik.
Untuk metkan data-data tentang efek-efek β-blocker dalam
perawatan, disini ditunjukkan data untuk memperbaiki banyak kasus. Semua
percobaan-percobaan klinik menunjukkan bahwa β-blocker menunjukkan penurunan pasien
masuk rumah sakit sebesar 15%-20% dan penurunan sebesar 25%-35% masuk ke rumah
sakit akibat gagal jantung. Efek yang positif dari β-blocker pada fungsi sistolventakel kini
aadalah sudah diteliti. Dengan mengikuti penelitian dari berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan terapi, β-blocker dapat meningkatkan (ejection fraction) EF
or 5-10 unit (misalnya dari EF 20%-25% atau 30%), untuk menurunkan beban
ventricular, untuk memperbaiki bentuk ventrikel dan unntuk menurunkanvolume
sistol dan diastol (LVESV dan LVEDV). Efek-efeknya adalah sering disebut
“reverse remodeling”, yang menunjukkan bahwa akan kembali yang ditundai dengan
ukuran jantung lebih dan normal, begitu juga bentuk dan fungsinya. Efek-efek
dari β-blocker dulunya perawatan yang lama dan reverse remodeling or ventrikulat
lain harus dibuktikan lagi kemudian beberapa obat lain yang digunakan dalam
gagal jantung, ini bukan kasus untuk yang simptomatik. Kebanyak, tapi telah
semua penelitian yang menunjukkan perbaikan, yang ada dalam NYHA, (new york
heart association), nilai dari gejala-gejala pasien atau kualitas hidup (yang
terdiri dari Minnesota living with heart failure questionnaire), dan pelatihan,
seperti jalan 6 menit. Dengan demikian, ini adalah penting untuk mendidik
pasien sehingga mereka tidak akan perlu untuk tetapi dengan β-blocker dalam
hal perbaikan simptomatik, bagaimanapun, perbaikan simptomatik tidak, efek-efek
yang positif dalam penyakit dan perawatan masih perlu diantispasi.
Sejumlah mekanisme yang
potensial sudah disarankan untuk menunjukkan efek yang menguntungkan dari β-blocker pada
pasien gagal ginjal. Walaupun tidak ada ketemunya yang jelas ini seperti
mekanisme dari efek anti aritmia, lambat atau sebaliknya, yang merusak
pembentukan kembali ventricular yang disebabkan oleh rangsangan simpatik
kematian, miosit diturunkan dari induksi katekolamin, terjadi nekrosis atau
apoptosis, dan pencegahan gangguan pada gen/janin, dan efek-efek dari akstivasi
SNR yang merusak lainnya.
Penggunaan
β-blocker dalam penanganan gagal jantung,
Aspek
yang penting dalam penggunaan yang aman dari β-blocker dalam gagal jantung adalah
pemberian dosis awal yang rendah, dengan meningkatkan dosis secara
perlahan-lahan. Pentunjuk langsung yang direkomondasikan sebagai terapi awal
pada seorang pasien harus sudah dirancang untuk beberapa minggu. Penelitian
baru menunjukkan bahwa terapi awal dengan carvedilol sebelum pasien keluar dari
rumah sakit untuk pengobatan gagal jantung ditingkatkan jumlah pasien-pasien
yang dirawat dengan β-blocker disbanding dengan pelayanan biasa dan
tidak meningkatkan resiko yang serius dari efek samping. Dosis-dosis awal
adalah 1/10-1/20 sampai selesai dengan dosis 2x tidak ada frekuensi, kemudian
setiap 2x seminggu sampai dosis target dicapai. Dosis awal dan akhir
digambarkan pada tabel 14-5. dalam tabel tersebut, dosis awal dari bisoprolol
adalah 1,25mg/hari. Dipasaran sedia bisoprolol adalah tablet bisoprolol 5mg.
sejak dosis awal bisoprolol tidak dipakai, obat ini sedikit digunakan dari 3
agen, dan ini tidak disetujui oleh FDA (food dan drug administration) untuk
digunakan dalam gagal jantung.
Pertanyaan klinik tentang
berupa tingginya dosis yang digunakan secara umum? Harus ada pembuktian yang
kuat dengan carvedilol dan metoprolol CR/XL, yang menurunkan ketergantungan
pasien rumah sakit pada dosis β-blocker, dengan keuntungan 45 besar pada dosis
tinggi. Berdasarkan bahwa dosis rendah mungkin akan memperpanjang
perawatan tapi tempi akan cepat dicapai
jika dosisnya tinggi. Itu adalah petunjuk yang penting dalam terapi pada
pasien-pasien yang berubungan dengan denyut jantung dan dosis rendah mungkin
akan divonis sebagai alasan yang mungkin jika denyut jantung memberikan
tanda-tanda khasiat dari β-blocker. Dengan
demikian, hal ini memperlihatkan bahwa pentingnya untuk mengusahakan dosis yang
tepat bagi setiap pasien, sehingga menguntungkan bagi pasien (dengan dosis β-blocker yang rendah memberikan beberapa
keuntungan).
Edukasi pasien tentang terapi dengan β-blocker juga sangat penting untuk
menjamin kesembuhan pasien ini sangat penting bahwa pasien memahami bahwa
mereka mendapatkan parawatan yang lama, peningkatan dosis secara pelan-pelan
untuk memperoleh tingkat kesembuhan yang maksimal. Mereka juga perlu tahu
tentang terapi dengan β-blocker 4 bahwa
β-blocker mungkin membuat mereka merasa tidak enak selama fase misiasi. Jika
mereka tahu keuntungannya, mereka tidak akan mau untuk tidak akan melanjutkan
terapi jika mereka sudah memiliki beberapa keburukan gejala-gejala gagal
jantung selama pada pemakaian dosis obat. Hamper semua pasien dapat menolenrasi
beberapa dosis dari β-blocker, dan dengan koomunikasi yang bagus antara
pasien dengan kesehatan, tetapi β-blocker pada tahap inisiasi akan lebih sukses.
Tabel 14-5. dosis awal dan dosis target untuk β-Bloker yang
digunakan pada pengobatan gagal jantung
Obat Dosis
awal Dosis
target
Bisoprololb 1,25
mg qd 10 mg
qd
Carvedilolb 3,125
mg bid 25 mg bidd
Metoprolol suksinat CR/XLb 12.5-25 mg qdc 200 mg qd
a Dosis harus double setiap 2 minggu atau jika ditoleransi oleh
pasien sampai toleransi tertinggi atau dosis target tercapai
b Regimen yang terjamin pada percobaan yang
luas yang menurunkan angka kematian
c Dalam MERIT-HF, kebanyakan pada pasien
klas II diberikan 25mg/hari, Mengingat kebanyakan pasien klas III diberikan
12,5mg/hari sebagai dosis awal
d Dosis target untuk pasien dengan berat
badan > 85 kg adalah 50 mg dua kali sehari.
Pemilihan yang spesifik pada β-blocker adalah diantaranya “kelas obat”
pada bagian bab ini. Berdasarkan data-data klinik yang terbaru, ada beberapa
kejelasan dari isu ini,\. Pertama ini kelihatannya sudah selesai, bahwa
beberapa asumsi tentang efek kelas setiap obat tidak berkhasiat dan terapinya
terbatas pada carvedilol, metoprolol CR/XL ataubisoprolol. Tambahan lagi,
data-data memberikan alasan atau bukti-bukti bahwa ini tidak cocok diasumsikan
bahwa formulasi pelepasan yang dengan segar yang murah dari metoprolol tetap
akan memberikan keuntungan yang setara dengan metoprolol CR/XL. Dan bisoprolol
tidak bagus untuk dosis permulaan yang dibutuhkan, pilihan yang tipikal
dibatasi pada salah satu carvedilol atau metoprolol CR/XL. Clinician
mempertimbangkan bahwa carvedilol adalah pilihan utama, tapi tidak ada bukti
yang kuat bahwa carvedilol lebih baik dari metoprolol CR/XL atau bisaprolol.
Silahkan lihat “kelas obat” pada bab ini untuk beberapa detail diskusi pada
carvedilol atau metaprolol europea trivial (COMET) disbanding carvedilol dengan
metoprolol rekposa segar.
Kesimpulan, data memberikan bukti-bukti bahwa β-blocker salah satu dekt pada penanganan
gagal jantung, dibuktikan oleh penurunan tingkat kematian dan masuknya ke rumah
sakit. Banyak pasien yang akan memperbaiki kualitas hidup setelah menggunakan
terapi dengan β-blocker, walaupun tidak ditemukan secara universal. Berdasarkan data, β-blocker
direkomendasikan sebagai terapi standard untuk semua pasien dengan disfungsi
sistolik, dengan mengabaikan kerasnya gejala-gejala penyakit itu.
Diuretik
Pada
gagal jantung akan terjadi penahanan natrium dan air yang berlebihan, sering mendorong ke arah tanda dan gejala yang berkenaan dengan paru-paru dan sistemik.
Sebagai konsekuensinya, terapi diuretik direkomendasikan untuk semua pasien
dengan kondisi klinik retensi cairan. Selama menggunakan obat dalam terapi
gagal jantung, diuretik adalah sangat berperan dalam mengatasi simptomatik.
Kebanyakan paseien gagal jantung diharuskan menjalani terapi dengan diuretic
untuk mengontrol cairan tubuh pasien. dan diuretik merupakan terapi dasar bagi
pasien gagal jantung. Bagaimanapun, karena diuretik tidak mengubah kemajuan
penyakit (memperpanjang masa rawatan), diuretik bukan terapi wajib yang harus
dipertimbangkan. Dengan demikian pasien yang tidak mengalami retensi cairan,
maka tidak memerlukam terapi diuretik.
Tujuan
utama dari terapi diuretic adalah menurunkan gejala-gajala akibat retensi
cairan dan pembengkakan paru-paru, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan
pasien gagal jantung untuk masuk rumah sakit. Diuretik akan mengurangi udem dan
pembengkan paru dengan cara menugurangi preload. Walaupun preload adalah faktor
penentu keluaran jantung, kurva
Frank-Starling (lihat gambar 14-3) menunjukkan bahwa pasien kongestif dicapai
pada bagian dasar dari kurva. Penurunan preload akan memperbaiki gejala-gejala
tapi terdapat sedikit efek pada volume sekuncup dari jantung atau keluaran
jantung sampai pada posisi yang curam pada kurva. Bagaimanapun, terapi diuretic
harus digunakan dengan hati-hati karena jika diuretic yang berlebihan dapat
menurunkan keluaran jantung dan gejala dehidrasi.
Satu
terapi diuretik yang digunakan, pengaturan dosis didasarkan pada perbaikan
gejala-gejala dan berat badan per hari. Perubahan berat badan adalah tanda yang
sensitive apakah terjadi retensi atau kehilangan cairan, dan direkomendasikan
supaya berat badan pasien dimonitor setiap pagi. Pasien yang mengalami kenaikan
berat badan 1 pound perhari atau 3 sampai 5 lb dalam satu minggu maka pasien
harus menjumpai pelayanan kesehatan yang akan memberikan instruksi (akan meningkatkan dosis terapi diuretik).
Untuk mencegah akibat buruk dari penggunaan diuretic maka pasien diharuskan
dirawat di rumah sakit.
Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid terdiri dari
hidroklorotiazid yang akan menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada
bagian tubulus convolut distal (kira-kira 5% sampai 8% filtrasi natrium).
Tiazid adalah diuretih lemah dan jarang digunakan sendirian pada pasien gagal
jantung. Setelah ditinjau secara detail dari “Treatment: Advanced/Decompensated
Heart Failure” sampai “Diuretic Resistance”, tiazid seperti metolazone dapat
dikombinasikan dengan diuretik yang bekerja pada loop henle. Kombinasi ini
sangat menguntungkan.
Diuretik Loop
Diuretik loop sangat luas digunakan pada pasien
gagal jantung. Obat ini bertindak pada bagian tubulus menaik yang tebal pada
loop of henle, secara normal terjadi reabsorbsi natrium sebesar 20%-25%. Karena diuretic loop banyak
berikatan dengan protein plasma, mereka tidak banyak difiltrasi melalui
glomerulus. Mereka
mencapai bagian tubulus melalui transpor aktif via transpor asam-asam organic.
Kompetitor dari jalur ini (probenesid atau bahan organic hasil uremia) dapat
menghambat kerja diuretic loop untuk berikatan dengan reseptornya dan akan
menurunkan keefektifannya. Diuretik loop juga merangsang pelepasan
prostaglandin pada aliran darah ginjal, yang akan mendukung efek natriuretik.
Pemberian NSAID’s dan COX-2 inhibitor akan menghambat pelepasan prostaglandin
dan dapat mengurangi efek diuretik. Tidak seperti tiazid, diuretik loop menjaga
efektifitasnya pada gangguan fungsi ginjal yang lemah, dosis tinggi dibutuhkan
untuk mencapai reseptor.
Gagal
jantung adalah salah satu penyakit yang respon maksimalnya terhadap diuretic
loop dikurangi. Ini diyakini sebagai hasil dari peningkatan reabsorbsi natrium
pada tubulus proksimal atau distal, yang mungkin terjadi akibat peningkatan
ungkapan dan aktifitas dari Na-K-2Cl transporter. Sebagai akibatnya, dosis
diatas dosis yang direkomendasikan tidak menghasilkan tambahan diuresis..
Dengan demikian satu dosis harus dicapai, ini direkomendasikan untuk menambah
frekuensi pemberian untuk meningkatkan efek dibandingkan peningkatan dosis.
Dosis kronis yang sesuai adalah memelihara berat badan yang stabil tanpa
gejala dipsnea. Range dosis diuretik
loop dan dosis puncak ditunjukkan pada tabel 14-6.
Digoksin
Pada
tahun 1785, William Withering pertama kali melaporkan tentang penggunaan Digitalis
purpurea yaitu untuk pengobatan penyakit gembur-gembur (seperti udem).
Glikosida purpurea sudah digunakan secara klinis lebih dari 200 tahun. Sebelum
tahun 1920, glikosida purpurea sudah diketahui mempunyai efek inotropik positif
pada jantung. Selanjutnya, sebelum tahun 1980an percobaan-percobaan klinis
dilakukan untuk menentukan evaluasi kritis dari digoksin pada terapi gagal
jantung kronik.. Hasil penelitian dari DIG (Digitalis Investigation Group)
membantu untuk mengklarifikasi peran digoksin, gambaran digoksin pada akhir
dekade ini sudah berganti. Berdasarkan historinya, ini sudah betul-betul
dipertimbangkan untuk pengobatan gagal jantung karena digoksin adalah inotropik
positif, sekarang ini digoksin adalah sangat bagus untuk pengobatan gagal
jantung, yaitu berdasarkan efek modulasi neurohormonal.
Efikasi Klinikal dan peran digoksin dalam
terapi
Efikasi
dari digoksin pada pasien gagal jantung dan supraventrikular takiaritmia
terdiri dari fibrilasi atrial sudah dipublikasikan dan sudah diterima secara
luas.
Tabel 14-6. Diuretik loop: digunakan pada gagal
jantung
Furosemida Bumetanide Torsemide
Dosis biasa perhari(PO) 20-160 mg/hari 0,5-4
mg/hari 10-80 mg/hari
Ceiling dosea
Fungsi
renal normal 80-160 mg 1-2 mg 20-40 mg
CLCR:20-50
ml/min 160 mg 2 mg 40 mg
CLCR:<20 ml/min 400 mg 8-10 mg 100 mg
Boiavailabiliti 10-100% 80-90% 80-100%
Rata-rata
50%
Dipengaruhi makanan ya ya tidak
Waktu paruh 0,3-3,4
jam 0,3-1,5 jam 3-4 jam
a Ceiling Dose: Dosis tunggal di atas yang memberikan respon yang tidak
mungkin teramati
diadopsi dari Am J Med Sci. 2000; 319:38-50
Peran digoksin pada pasien gagal jantung
dengan sinus ritme yang normal adalah sangat kontroversial. Sampai tahun
1980an, banyak data yang mendukung efikasi digoksin yang datang dari bukti-bukti yang konyol dan kerusakan
yang serius atau penelitian yang tidak terkontrol. Sejak itu, sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa digoksin dapat memperbaiki LVEF, kualitas hidup, toleransi latihan dan
simptom gagal jantung.. Bagaimanapun, penelitian yang rumit, yang diikuti oleh
sedikit pasien untuk periode waktu yang singkat dengan banyak pasien menjadi
gambaran dari sebelum digoksin ada dalam pengobatan pada percobaan tersebut.
Walaupun paa penelitian terjadi perbaikan hemodinamik dan simptomatik pada
pasien gagal jantung setelah menerima digoksin, isu tentang tidak
terpecahkannya masalah, menyebabkan efek digoksin penyebab kematian menjadi
tidak diketahui. Ini menjadi bukti-bukti yang memberikan keterangan bahwa
kenaikan angka kematian disebabkan oleh obat inotropik positif lain dan
akhirnya DIG menetapkan efek digoksin pada kelangsungan hidup pasien dengan gagal
jantung pada sinus ritme.
Penelitian
oleh DIG adalah double blind, randomisasi, kontrol placebo dengan end point
primer dari semua kasus angka kematian pasien (n=6800) dengan gejala gagal
jantung dari EF 45% atau lebih kecil adalah memenuhi syarat dan diikuti
rata-rata 37 bulan. Kebanyakan pasien pernah menerima terapi diuretik dan
ACE-inhibitor. Rata-rata konsentrasi digoksin mencapai 0,8 ng/ml sesudah 12
bulan terapi. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada semua kasus kematian
yang sudah dijumpai antara pasien yang sedang meneriam digoksin dan placebo
(berturut-turut 34,8% dan 35,1%). Kecenderungan menunjukkan penurunan angka
kematian terhadap gagal jantung yang parah dengan diobservasi dalam grup
digoksin, walaupun ini dapat menutupi kerugian dari kecenderungan peningkatan
angka kematian karena penyakit yang disebabkan oleh kardiovaskuler lain
(barangkali karena aritmia) pada pasien yang menerima digoksin. Masuknya pasien
gagal jantung yang parah kerumah sakit menurun
28% setelah memakai digoksin dengan placebo (p<.001), mengingat
penderita penyakit kardiovaskuler lainnya masuk ke rumah sakit semakin
meningkat setelah menerima grup digoksin. Pada semua kasus, 64,3% pengobatan
dengan digoksin yang masuk rumah sakit adalah 67,1% pasien yang menerima placebo
(p=.006). Oleh karena itu, DIG pada penelitian pertamanya pada agen inotropik
positif tidak meningkatkan angka kematian pada pasien gagal jantung.
Walaupun
digoksin tidak memperbaiki kelangsungan hidup pasien yang gagal jantung, data
analisis multiple post-hoc dari dari evaluasi studi menunjukkan bahwa efek
digoksin akan membantu menjelaskan peran digoksin untuk pengggunaan pada
pasien sinus ritme. Kolektifeli,
penelitian itu menganjurkan bahwa obat-obat untuk memproduksi simptomatik yang
penting dan ketergantungan digoksin dapat meningkatkan resiko pengobatan gagal
jantung dan memperburuk kapasitas
latihan dan EF. Selanjutnya, resiko semakin buruknya simptomatik pada gagal
jantung sesudah menghentikan digoksin semakin besar pada pasien dengan simptom
yang hebat. Berdasarkan bukti-bukti, sekarang digoksin direkomendasikan untuk
pasien gagal jantung fase III, bersama-bersama dengan ACE-inhibitor, β-bloker dan
diuretic, untuk memperbaiki symptom dan status klinik.
Dosis
yang cukup atau konsentrasi plasma untuk digoksin juga harus dijelaskan dengan
penelitian yang terbaru. Satu telah dilaporkan bahwa peningkatan konsentrasi
plasma digoksin dari rata-rata 0,67 – 1,22 ng/ml dihasilkan hanya sedikit
peningkatan pada EF (2,37%-27,1%) tapi tidak memperbaiki simptom, toleransi
latihan, atau level neurohormonal. Penelitian yang lain menemukan bahwa
peningkatan konsentrasi plasma digoksin dari 0,8 menjadi 1,5 ng/ml menimbulkan
penambahan efek pada EF dan demikian juga tidak memperbaiki variabel
hemodinamik lain atau indeks dari fungsi neurohormonal. Ada dua analisis yang
terbaru yaitu kombinasi PROVED/RADIANCE database dan DIG trial database,
menawarkan penambahan wawasan untuk klinik yang menguntungkan dari konsentrasi
serum digoksin yang rendah pada pasien gagal jantung. Pada semua pasien, pada
penelitian PROVED & RADIANCE yang dilanjutkan dengan memakai digoksin yang
signifikan lebih baik dari yang dihentikan, yang mempunyai konsentrasi plasma
digoksin antara 0,5 dan 0,9 ng/ml akan terbebas dari serangan jantung yang
parah dibanding dengan konsentrasi plasma yang tinggi. Analisis retrospektif
dari database penelitian DIG menganjurkan bahwa konsentrasi serum digoksin dari
0,5-0,8 ng/mg diumumkan dapat menurunkan angka kematian, mengingat konsentrasi
yang tinggi dapat meningkatkan angka kematian.. Pada analisis post-hoc lain
pada DIG, terapi digoksin diumumkan dapat meningkatkan resiko kematian pada
wanita dan bukan pria.
Hasil
penelitian menganjurkan bahwa yang lebih menguntungkan dari digoksin adalah
tercapainya konsnetrasi plasma terendah dan sedikit penambahan efek dicapai
dengan dosis yang lebih tinggi. Kemudian untuk kebanyakan pasien, konsentrasi
serum ditargetkan mencapai 0,5-1 ng/ml. Ini merupakan target yang konservatif
yang diharapkan dapat menurunkan resiko efek samping dan toksisitas digoksin.
Kebanyakan pasien dengan fungsi ginjal yang normal, range konsentrasi plasma
dicapai dengan dosis perhari 0,125 mg.
Pasien dengan penurunan fungsi ginjal, pada pasien lansia atau yang menerima
obat-obat yang berinteraksi (misal amiodaron) harus menerima 0,125 mg tiap hari
yang lain. Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan respon ventrikular yang
cepat, maka praktis dibutuhkan peningkatan dosis (dan konsentrasi plasma)
sampai kontrol laju dapat dicapai tidak ada direkomendasikan. Pemberian
digoksin sendiri sering tidak efektif untuk mengontrol pasien ventrikular pada
pasien dengan atrial fibrilasi dan peningkatan dosis hanya meningkatkan resiko
keracunan. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa kombinasi digoksin dengan
carvedilol adalah sangat bagus sebagai
agen tunggal untuk mengontrol respon ventrikular pada pasien atrial
fibrilasi dan gagal jantung. Oleh karena itu, dengan mengabaikan dosis yang
sama, apakah pasien menderita karena sinus ritme atau atrial fibrilasion?
Kontrol laju yang cukup harus dapat dicapai dengan penambahan β-bloker atau
amiodaron. Beberapa equation dan
monogram harus sudah dikemukakan untuk menganjurkan dosis pertahanan
berdasarkan fungsi ginjal dan parameter farmakokinetik lainnya.
0 comments:
Post a Comment