1.
Pengertian Suspensi
Suspensi
merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase yaitu fase luar dan
kontinue umumnya merupakan cairan atau semi padat dan fase terdispersi atau
fase dalam terbuat dari partikel – partikel kecil yang pada dasarnya tidak
larut tapi terdispersi seluruhnya pada fase kontinue (Patel dkk, 1994).
Suspensi secara umum dapat didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut terdispersi dalam cairan pembawa. Zat
yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap dan bila dikocok
perlahan – lahan endapan harus segera terdispersi kembali (Anief, 2007).
Suspensi
dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara yaitu:
a. Intramuskular
inject
b. Tetes
mata
c. Peroral
d. Rektal
Suspensi
oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cairdengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan
oral (Depkes RI, 1995).
Ada
beberapa alasan pembuatan sedian supensi oral salah satunya adalah karena obat
– obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil
bila disuspensi. Selain itu, untuk banyak pasien bentuk cairan lebih banyak
disukai daripada bentuk padat (tablet dan kapsul). Karena mudahnya menelan
cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis aman dan mudah diberikan untuk anak–anak
(Ansel, 1989).
Adapun
sifat–sifat spesifik yang untuk suspensi farmasi (Ansel, 1989):
a.
Suatu suspensi farmasi yang dibuat
dengan tepat dan mengendap secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok
b.
Karakteristik suspensi harus sedemikian
rupa sehingga ukuran partikel suspensi tetap agak konstan untuk waktu lama pada
penyimpanan
c.
Supensi harus bisa dituang dari wadah
dengan cepat dan homogen
2. Formula Suspensi Oral
Formulasi sedian
suspensi terdiri dari:
R/ Zat aktif
Pensuspensi
Zat tambahan
Zat pengawet
Pendapar
Pembasah
Zat penambah rasa
Zat penambah warna
Zat penambah bau
Zat pembawa
Tabel
1. Contoh Formula Suspensi
No
|
Formula
|
Konsentrasi
|
1
|
Parasetamol
|
5gr
|
2
|
Asam sitrat
|
0,5%
|
3
|
Natrium sitrat
|
0,5%
|
4
|
Kollidon CL-M
|
5%
|
5
|
Dextrosa
|
30%
|
6
|
Essence orange
|
0,1%
|
5
|
Aquadest
|
Ad
100ml
|
a.
Zat aktif
Yaitu
zat yang berkhasiat dalam suspensi
b.
Pensuspensi (Suspending agent)
Merupakan
bahn yang dapat meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga pengendapan
dapat diperlambat.
Menurut
Aulton (1989), bahan pensuspensi dapat dikelompokkan menjadi:
1)
Polisakarida
Yang
termasuk golongan polisakarida yaitu:
a)
Acacia/ Gom
Merupakan
bahan alam yang berasal dalam getah eksudat dari tanaman acasia serbuk berwarna
putih. Mudah terkontaminasi oleh sebab itu perlu disterilisasi terlebih dahulu
sebelumnya (Aulton, 1989). Biasanya digunakan dalam bentuk mucilagodengan 35%
terdispersi dalam air (King, 1984)
b)
Tragacant
Merupakn
ekstrak kering dari tanaman semak Astragalus, umumnya tidak larut dalam air dan
baik untuk membuat kekentalan yang sedang. Secara umum penggunaannya lebih
sulit dari pada acacia. Biasanya digunakn dalam bentuk mucilago 6% (King,
1984).
c)
Na Alginat
Berasal
dari rumput laut, mengandung bagian asan dan bagian garam. Bagian asam dan
garam kalsiumnya tidak larut dalam air sebaliknya garam natrium, garam kalium
dan garam ammonium alginat larut dalam air. Penggunaan 3-6% akan membentuk gel
seperti salep (Voight, 1995).
d)
Starch
Digunakan
dalam bentuk kombinasi bersama Caboxymethilcellulose sebanyak 2,5% dalam air
akan menghasilkan produk kental (Aulton, 1989)
e)
Xanthan Gum
Merupakan
polisakarida semisintesis mengandung garam natrium, kalsium dan kalium dengan
berat molekul tinggi. Larut dalam air panas dan dingin, digunakan dengan kadar
0,5% (Aulton, 1989).
f)
Povidon
Larut
dalam air dan etanol. Memilki pH 3-7, digunakan dalam sediaan suspensi sebagai suspending agent dengan kadar >5%
(Wade, 1994).
2)
Cellulose larut dalam air
a)
Methylsellulose
Larut
dalam air dingin tetapi tidak larut dalam air panas (King, 1984) konsentrasi
methylsellulose >1% memberi larutan air yang jernih, sedangkan pada konsentrasi
5-10% mengarah pada pembentukan gel yang bersifat plastis yang digunakan untuk
terapi kutan (Voight, 1995).
b) Hidroksietilcellulose
Larut
dalam air dingin dan panas, memiliki aktivitas permukaan yang rendah, bereaksi
netral dan menunjukkan koagualsi bolak-balik (Aulton, 1989). Pada konsentrasi
10-15% membentuk gek seperti salep (Voight, 1995).
c)
Natriumcarboksimethylsellulose
Larut
dalam air dingin dan panas menghasilkan larutan jernih. Lebih sensitf terhadap
pH dibandingkan dengan metilselulosa. Stabil pada pH 5-10. Digunakan pada
konsentrasi antara 0,25-1% (Aulton, 1989). Menghasilkan empat kekentalan yang
rendah, sedang, tinggi dan ekstra tinggi (Jenkins dkk, 1995). Pembuatan
mucilago dengan menaburkan Na CMC diatas air panas sebanyak 20 kalinya. Biarkan
sampai mengembang kemudian gerus sampai homogen.
3)
Tanah Liat (Clay)
Menurut
Jankins (1995) ada 2 jenis tanah liat yang digunakan sebagai pensuspensi,
yaitu:
a)
Bentonit
Suatu
clay yang tidak dapat larut dalam air tetapi dapat menyerap air dalam membetuk
suatu suspensi yang kental.
b)
Veegum
Merupakan
gabungan dari magnesium dan aluminium silikat yang digunakan sebagai pengental
dengan kadar 0,25-2%.
c.
Zat Tambahan, terdiri dari:
1) Pengawet
Menurut
Boylan (1994) ada tiga kriteria pengawet yang ideal yaiu:
a)
Pengawet harus efektif terhadap
mikroorganisme spektrum luas.
b)
Pengawet harus stabil fisika kimian dan
mikribiologisselama masa berlaku produk tersebut.
c)
Pengawet harus tidak toksis,
mensesitasi, larut dengan memadai, dapat bercampur dengm komponen-komponen
formulasi lain dan dapat diterima dilihat dari rasa dan bau pada konsentrasi
yang digunakan (Boylan, 1994).
Adapun
pengawet yang umum digunakan dalam sediaan farmasi yaitu: asam benzoat 0,1%, Natrium benzoat 0,1%, atau kombinasi dari metilparaben
(0,05%) dan propilparaben (0,03) (Jenkins dkk, 1995).
2)
Larutan dapar (Buffer)
Menurut
Boylan (1994) untuk dapat menjaga kelarutan obat, maka suatu sistem harus
didapar secara memadai. Pemilihan suatu dapar harus konsisten dengan kriteria
sebagai berikut:
a)
Dapar harus mempunyai kappasitas memadai
dalam kisaran pH yang diinginkan.
b)
Dapar harus aman secara biologis untuk
penggunaan yang dimaksud.
c)
Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak
mempinyai efek merusak terhadap stabilitas produk akhir.
d)
Dapar harus memberikan rasa dan warna
yang dapat diterima produk.
3) Zat Pembasah (wetting agent)
Dalam
pembuatan suspensi penggunaan zat basah sangat berguna dalam penurunan tegangan
antar muka partikel padat dan cairan pembawa (Anief, 1994). Zat pembasah yang
sering digunakan dalam pembuatan suspensi adalah air, alkohol, gliserin (Ansel,
1989).
Zat-zat hidrofilik
(sukar pelarut) dapat dibasahi dengan mudah oleh air atau cairan-cairan polar
lainnya sehingga dapat meningkatkan viskositas suspensi-suspensi air dengan
besar. Sedangkan zat-zat hidrofobik (tidak sukar pelarut) menolak air, tetapi
dapat dibasahi oleh cairan-cairan nonpolar. Zat pada hidrofilik biasanya dapat
digabungmenjadi suspensi tanpa zat pembasah (Patel dkk, 1994).
4)
Zat Penambah Rasa
Ada
empat rasa sensasi dasar yaitu: asin, pahit, manis dan asam. Suatu kombinasi
zat pemberi rasa biasanya diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini secara
efektif. Menthol kloroform dan berbagai garam sering kali digunakan sebagai zat
pembantu pemberi rasa (Patel dkk, 1994).
Menurut
Aulton (1989), ada tiga tipe penambahan rasa yaitu:
a)
Zat pemanis, contohnya: sorbitol,
saccharin dan invert syrup.
b)
Syrup Berasa, contohnya: blackcurant,
rasoberry dan chererry.
c)
Minyak Beraroma / Aromatic Oils,
contohnya: anisi, cinnamon lemon dan pepermint.
d)
Penambahan Rasa Sintetik, contohnya:
kloroform, vanillin, benzaldehid, dan berbagai senyawa organik lain (alkohol,
aldehid, ester dan keton).
5)
Zat Penambah Warna
Ada
beberapa alasan mengapa farmasi perlu ditambahkan zat pewarna yaitu menutupi
penampilan yang tiadak enak dan untuk menambah daya tarik pasien. Zat pewarna
harus aman, tidak berbahaya dan tidak memilikiefek farmakologi. Selain itu
tidak bereaksi dengan zat aktif dan dapat larut baik dalam sediaan (Ansel,
1989).
Pemilihan
warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa misalnya merah untuk strawbery dan
warna kuning untuk rasa jeruk (Ansel, 1989). Beberapa contoh yang bisa
digunakan yaitu Tartazin (kuning), amaranth (merah), dan patent blue V (biru). Clorofil (hijau)
(Aulton, 1989).
6)
Zat Penambah Bau
Tujuan
penambahan bau adalah untuk dapat menutupi bau yang tidak enak yang ditimbulkan
oleh zat aktif atau obat. Bau sangat mempengauhi rasa dari suatu preparat pada
bahan makan (Ansel, 1989). Dapat digunakan penambah bau berupa essense dari
buah-buahan yang disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan yang akan dibuat.
7)
Zat Pembawa
Zat pembawa yang bisa
digunakan dalam pembuatan suspensi oral adalah air murni (Ansel, 1989).
1.
Stabilitas
Suspensi
Salah
satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara untuk
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel ini
merupakan salah satu cara untuk menjaga stabilitas suspensi.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi suspensi:
a.
Kekentalan (viskositas)
Kekentalan
suatu cairan mempengaruhi pola kecepatan aliran dari suatu cairan tersebut.
Makin kental kecepatan alirannya makin turun kecepatan aliran dari cairan
tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel yang terdapat
didalamnya dengan menambah viskositas cairan. Gerakan turun dari partikel yang
dikandungnya akan diperlambat (Ansel, 1989). Viskositas suspensi menurut SNI adalah 37cp-396cp
Hal
ini dibuktikan dengan rumus:
Dimana:
:
kekentalan cairan
:
kekentalan air pada suhu penetapan
tc : waktu cair aliran (dtk)
dc :
kerapatan cairan (g/ml)
ta :
waktu alir air (dtk)
da :
kerapatan air (gr/ml)
Istilah
rheologi digunakan untuk menggambarkan aliran cairan dan Isaac newton yang
menyatakan bahwa tahanan terhadap aliran adalah sebanding dengan kecepatan
geser. Istilah newton tentang tahanan terhadap aliran sekarang dikenal dengan
kekentalan atau viskositas yang didefinisikan sebagai tetapan perbandingan
antara tekanan geser (Shering stress)
dengan kecepatan geser (Rate of share).
Tekanan geser adalah gaya per luas area yang digeser (dyne/cm). Kecepatan geser
adalah kecepatan dibagi ketebalan film (detik-1).
Viskositas=
(dyne/cm2) / (1/detik)= poise (P)= 100centipoise (cps)
Rheologi
dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien,
stabilitas fisik obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh
(bioavailability). Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju
absorpsi obat dalam tubuh.
b.
Ukuran Partikel
pengecilan
ukuran partikel berguna untuk kestabian supensi karena laju endap dari partikel
padat berkurang kalu ukuran partike dikurangi. Pengurangan kuran partikel
menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih beragam.
c.
Volume Sedimentasi
Endapan
yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan
sedangkan agar menghasilkan suatu sistem homogen maka penguurn volume endapan
dan mudah mendispersi membentuk dua prosedur evaluasi dasar yang paling umum
(Patel dkk, 1994)
Volume sedimentasi yaitu mempertimbangkan rasio
tinggi akhir endapan
(Hu)
terhadap tinggi awal (Ho) pada waktu suspensi mengendap dalam suatu
kondisi
standar.
F = Hu/Ho
Makin
besar fraksi ini, makin baik kemampuan suspensinya (Lachman, 1994)
d.
pH
pH
merupakan suatu penentu utama adalam kestabilan suatu obat yang cenderung
penguraian hidrolitik. Untuk kembanyakan obat pH kestabilan optimum adalah pada
situasi asam antara pH 5-6. Oleh karena itu, melalui penggunakan zat pendapar
yang tepat kestabilan senyawa yang tidak stabil dapat ditinggikan (Ansel, 1989).
pH standar suspensi menurut Kulshreshta, Singh, dan Wall (2009) antara 5-7.
e.
Redispersibilitas
Daya
kocok sedimen dapat dilakukan dengan gerak membalik susupensi yang mengandung
sedimen sebasar 900 kemudian
dapat diukur waktunya atau jumlah gerak membalik, yang dibutuhkan untuk
mendispersikan kembali seluruh partikel (Voight, 1995).
Kemampuan
suspensi untuk menjaga agar dosis obat terdispersi secara merata diukur
berdasarkan kemampuannya untuk mendispersikan kembali suatu suspensi yang
mengendap. Endapan yang terbentuk selama penyimpanan harus mudah didispersikan
kembali bila wadahnya dikocok, membentuk suspensi yang homogen. Oleh karena itu
pemeriksaan kemampuan redispersi sangat penting dalam evaluasi stabilitas fisik
suspensi.
Penentuan
redispersi dapat ditentukan dengan cara mengkocok sediaannya dalam wadahnya secara
konstan dengan menggunakan pengocok mekanik. Kemempuan redispersi baik bila
suspensi telah terdispersi sempurna dengan tangan maksimum 15 kali pengocokan.
4.
Pembuatan Suspensi
Menurut
Patel dkk (1994), ada beberapa metode dalam pembuatan suspensi, yaitu:
a.
Metode pengendapan
1)
Pengendapan Dengan Pelarut Organik
Obat–obatan
yang tidak larut dalam air dapat diendapkan dengan melarutkannya dalam pelarut
organik yang bercmpur dengan air dan kemudian menambah fase organik ke air
murni dibawah kondisi standar.
2)
Pengendapan yang dipengaruhi oleh perubahan pH dan medium
Metode ini dapat lebih membantu dan
tidak menimbulkan yang serupa dengan endapan organik. Tetapi teknik ini hanya
dapat diterapkan keobat – obat yang seharusnya tergantung pada pH.
3)
Penguraian rangkap
Metode
ini meliputi kimia sederhana, meskipun beberapa faktor fisis juga ikut berperan
Menurut
Anief (2007) dalam pembuatan suspensi stabil secara fisis yang biasa dipakai
sebagai pegangan pedekatan adalah:
a)
Penggunaan pembawa tersusun untuk
partikel deflokulasi dalam suspensi. Pembawa tersusun pseudoplastis dan
plastis. Pembawa tersusun bekerja dengan cara penjeratan (calmpiping)
partikel–partikel (umumnya deflokulasi) sedemikian, hingga secara deal tidak
terjadi pengendapan.
b)
Penggunaan prinsip – prinsip untuk
membentuk flok, mskipun terjadi cepat mengenap, tetapi dengan pengocokkan
dengan mudah tersuspensi kembali.
Stabilitas
fisis yang optimum dan bentuk rupanya yang baik akan terjadi bila suspensi
diformulasikan dengan patikl–partikel flokulasi dengan pembawa tersusun dari
tipe koloid hidrofil (flokulasi terkontrol). Menurut Hinds, untuk membentuk
flokulasi dalam suspensi digunakan elektrolit, surfaktan, dan polimer.
Pembuatan
suspensi sistem flokulasi dapat dilakukan seperti berikut:
a)
Partikel diberi pembasah dan dispersi
medium
b)
Lalu ditambah zat pemflokulasi dan
diperolah suspensi flokulasi
c)
Apabila dikehendaki agar flok yang
terjadi tidak cepat mengenap maka ditambah pembawa tersusun.
b.
Metode Dispersing
Bahan
tersebut dilarutkan dahulu dengan air sebelum dicampur dengan dengan bahan –bahan
yang akan disuspensikan. Surfaktan dapat digunakan untuk menjamin pembasahan
zat padat pada hidrofobik engan seragam. Penggunaan zat pensuspensi bisa
iusulkan tergantung pada penggunaan spesifik. Metode sebenernya dari
pendispersi zat padat merupakan salah satu pertimbangan yang ebih pentin,
karena pengurangan ukuran prtikel mungkin dihasilkan atau mungkin tidak
dihasilkan dari proses dispersi.
5.
Sistem Flokulasi dan Deflokulasi
Dalam
sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah cepat mengenap dan
mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan pada sisitem
deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap perlahan – lahan dan akhirnya
membentuk sedimen dan terjadi agregrasi dan selanjutnya cake yang keras dan
sukar tersuspensi kembali.
Pada
sistem flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh– sungguh tergantung
pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya pada suatu waktu sisitem
flokulasi klihatan kasar akibat terjadinya flokul. Dalam sistem deflokulasi,
partikel terdispersi baik dn mengenap senderian, tapi lebih lamat dari pada
sistem flokulasi tapi partikel delokulasi berkehendak membentuk sedimen atau
cake yang sukar terdispersi kembali.
Tabel
2. Sifat–sifat dari partikel
flokulasi dan deflokulasi dalam susupensi menurut Anief (2007)
No
|
Deflokulasi
|
Flokulasi
|
1
|
Partikel tersuspensi dalam keadaan
terpisah satu dengan lainnya
|
Partikel merupakan agregat yang bebas
|
2
|
Sedimentasi lambat,masing – masing
partikel mengenap terpish dan ukuranya minimal
|
Sedimentasi cepat, partikel mengenap
sebagai flok yaitu kumpulan partikel
|
3
|
Sedimentasi terjadi lambat
|
Sedimentasi terjadi cepat
|
4
|
Akhirnya sedimentasi akan membentuk
cake (agregat) yang sukar terdispersi kembali
|
Sedimentasi terbungkus bebas membentuk
cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula
|
5
|
Wujud suspensi menyenangkan karena zat
tetap tersuspensi dalam waktu relative lama, meskipun ada endapan cairan atau
tetap berkabut
|
Wujud susupensi kurang menyenangkan
sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang
jernih
|
6.
Pengemasan dan Penyimpanan
Semua suspensi harus dikemas dalam
wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang menandai di atas cairan
sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus disimpan
dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas berlebihan
dan cahaya. Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin
distribusi zat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap
kali tepat dan seragam (Ansel, 1989).
3 comments:
maaf tlong masukin dapusnya jga dong biar lebih jlas mkasi
terimakasih utk publishnya, kalo bisa cantumkan dapusnya jga...
SNI yang viskositas suspensi itu nomer berapa? kok aku browsing gak nemu ya .-.
Post a Comment