Tuesday 12 May 2015

Pelayanan dan Pengendalian Obat Rumah Sakit

Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan pembinaan dan koordinasi serta pengawasan dan pengendalian program pelayanan kesehatan. Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari : 1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan pembinaan dan koordinasi serta pengawasan dan pengendalian kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan. Seksi ini mempunyai fungsi antara lain : o Perencanaan program pengobatan, pencegahan dan penanggulangan Penyakit gigi dan mulut, o Peningkatan mutu pelayanan, program kesehatan jiwa, program kesehatan kerja, program kesehatan indera dan laboratorium di puskesmas dan jaringannya, o Pengadaan alat kesehatan, o Pelayanan kesehatan masyarakat miskin, o Pengawasan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit milik Pemerintah maupun swasta, o Penanggulangan masalah kesehatan kedaruratan dan bencana; o Pelaksanaan koordinasi dengan instansi /lembaga terkait o Penilaian kinerja puskesmas dan pemilihan tenaga medis, paramedis dan tenaga kesehatan lain yang berprestasi; o Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan; 2. Seksi Farmasi dan Pengawasan Makanan. Seksi Farmasi dan Pengawasan Makanan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan pembinaan dan koordinasi serta pengawasan dan pengendalian kegiatan Farmasi dan Pengawasan pangan. Seksi Farmasi dan Pengawasan Makanan mempunyai fungsi antara lain : o Perencanaan,pelaksanaan,pengolahan dan analisa data kegiatan pengumpulan data bahan perumusan kebutuhan obat untuk puskesmas dan jaringannya o Pengadaan obat untuk Puskesmas dan jaringannya , o Pembinaan dan pengawasan penggunaan obat pada puskesmas dan jaringannya, o Pembinaan dan pengawasan sediaan farmasi pada puskesmas, sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, apotek, toko obat, salon kecantikan dan klinik kecantikan, o Monitoring pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian pada apotik, instalasi farmasi rumah sakit pemerintah dan swasta, o Pelaksanaan kursus kepada pengelola makanan (jasa boga, restoran, rumah makan, pedagang makanan jajanan, industri rumah tangga), depot air minum, pembinaan dan pengawasan kepada pengelola makanan (produk industri rumah tangga, jasa boga, restoran, rumah makan, pedagang makanan jajanan) dan depot air minum ; o Pelaksanaan koordinasi dengan instansi /lembaga terkait o Pelaksanaan kursus kepada pengelola makanan (jasa boga, restoran, rumah makan, pedagang makanan jajanan, industri rumah tangga), depot air minum, o Pembinaan dan pengawasan kepada pengelola makanan (produk industri rumah tangga, jasa boga, restoran, rumah makan, pedagang makanan jajanan) dan depot air minum, o Investigasi pada kejadian luar biasa keracunan makanan; o Penginventarisasian tempat pengelolaan makanan dan minuman (TPM); o Pemberian Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan untuk pengelola Industri Rumah Tangga Pangan, Jasa Boga, Restoran, Rumah makan dan Depot air Minum; o Pemberian Tanda Terdaftar / Sertifikat Laik higiene sanitasi untuk Jasa Boga, Restoran , Rumah makan dan Depot Air Minum; o Melakukan pemeriksaan setempat terhadap calon apotek , Toko obat, industri kecil, obat tradisional,, perbekalan kesehatan rumah Tangga dan Penyalur alat Kesehatan; o Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan 3. Seksi Pengawasan dan Pengendalian Pelayanan Kesehatan Mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan pembinaan dan koordinasi kegiatan pengawasan dan pengendalian pelayanan Kesehatan Seksi Pengawasan dan Pengendalian Pelayanan Kesehatan mempunyai fungsi : o Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengawasan praktek dokter, dokter gigi, bidan, perawat, balai pengobatan, rumah bersalin, optik, apotek, toko obat, laboratorium, klinik rontgen, rumah sakit dan pengobatan tradisional; o Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data pembinaan dan pengawasan praktek dokter, dokter gigi, bidan, perawat, balai pengobatan, rumah bersalin, optik, apotek, toko obat, laboratorium, klinik rontgen, rumah sakit dan pengobatan tradisional; o Pelaksanaan koordinasi dengan instansi /lembaga terkait o Pemberian perijinan bagi dokter, dokter gigi, bidan, perawat, balai pengobatan, rumah bersalin, optik, apotek, toko obat, laboratorium, klinik rontgen, rumah sakit umum milik pemerintah maupun swasta; o Pemberian tanda terdaftar untuk pengobat tradisional ; o Pemberian rekomendasi industri kecil obat tradisional dan penyalur alat Kesehatan; o Pemberian surat ijin kerja asisten apoteker ; o Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Rumah Sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar dan Amalia, 2004). Rumah sakit mempunyai peranan yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk puskesmas terutama upaya penyembuhan dan pemulihan. Mutu pelayanan di rumah sakit sangat dipengaruhui oleh kualitas dan jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki rumah sakit tersebut. Di Kabupaten pemekaran didirikan rumah sakit untuk memudahkan masyarakat memperoleh kesehatan yang baik, dan terjangkau. Puskesmas induk maupun pembantu tumbuh kembang di setiap kecamatan, demikian juga dengan pemerataan bidan di setiap desa. Namun sayang untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal melalui rumah sakit belum diberdayakan peran intalasi farmasi. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk mendorong standar pelayanan farmasi sebagaimana amanat keputusan menteri kesehatan masih belum maksimal atau belum dilakukan. Pelayanan farmasi masih berjalan sebagaimana pelayanan farmasi konvensional yakni bersifat drug oriented. Pelayanan farmasi klinik masih jauh dari harapan bahkan tidak ada satu rumah sakitpun di daerah kita yang menerapkan pelayanan farmasi klinik. Pengalaman saya ketika mendampingi opname istri di salah satu rumah sakit yang berada di Pulau Bangka sangat memprihatinkan, pengelolaan obat yang telah diresepkan dan sudah diambil dari apotek tidak optimal, bahkan karena istri saya PNS kebutuhan akan obat atau alat kesehatan digelembungkan. Obat yang dibeli di luar ASKES pun tidak dikembalikan setelah pasien keluar dari rumah sakit. Memang ini oknum tetapi ini semua dapat diperbaiki dengan cara meresepkan obat dan pemberian obat secara UDD/ODD (Unit Dose Dispensing/One Daily Dose) atau memperbaiki sistem yang ada. Saya juga sering mendengar obat-obatan kosong walaupun obat ini adalah obat yang dasar atau penyakit umum terjadi seperti malaria, ini menyebabkan kerugian pada pasien dan juga rumah sakit yang menyebabkan pemasukan berkurang. Berbicara tentang instalasi farmasi tidak bisa lepas dari apoteker sebagai kepala instalasi farmasi. Peran seorang apoteker dalam mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu manajerial dan fungsional. Peran manajerial apoteker meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan produksi. Sedangkan peran fungsional apoteker meliputi pelayanan informasi obat, konseling, edukasi, dan pharmaceutical care termasuk di dalamnya farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian akan berjalan baik bila didukung SDM yang berkualitas dan potensial. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/XI2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit menyatakan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang diperlukan di suatu rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit I divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Seperti diketahui, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Siregar dan Amalia, 2004). Adapun tugas pokok pelayanan farmasi menurut keputusan menteri kesehatan adalah: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal. 2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan kode etik profesi. 3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). 4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi. 5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. 6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. 7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. 8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Sedangkan fungsi sebagai berikut: 1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. 2. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien. b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan. d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan. e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga. f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga. g. Melakukan pencampuran obat suntik. h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral. i. Melakukan penanganan obat kanker. J. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah. k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan. 1. Melaporkan setiap kegiatan. Untuk memulai pelayanan farmasi rumah sakit dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Pelatihan untuk merubah pradigma pelayanan farmasi merupakan suatu keharusan. Apoteker merupakan ahli di bidang kefarmasian dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan efektifitas pelayanan pengobatan yang rasional, oleh karena itu seorang apoteker harus mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan yang luas dan mampu mengikuti perkembangan di bidang kefarmasian di rumah sakit. Untuk meningkatkan peran apoteker dalam pelayanan kesehatan, diperlukan kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dengan dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya maupun dengan pasien. Untuk itu farmasis diharapkan selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga mampu mengelola instalasi farmasi di rumah sakit secara optimal. Akhirnya, semoga di provinsi kita tercinta pelayanan farmasi di rumah sakit dapat segera terwujud dengan baik.

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL APOTEKER DALAM PELAYANAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

Pelayanan Profesional Apoteker Dan Kepanitiaan Di Rumah Sakit Unsur keempat dalam penerapan tanggung jawab profesional apoteker di rumah sakit ialah partisipasi proaktif dalam berbagai kegiatan di rumah sakit yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan penderita. Seperti telah diterangkan terdahulu, pelayanan dan partisipasi apoteker dalam proses penggunaan obat adalah pelayanan yang langsung berinteraksi dengan pen-derita dan profesional pelaku perawatan kesehatan. Dalam kegiatan lain yang merupakan program rumah sakit yang berorientasi kepada kepentingan penderita dan berkaitan dengan obat, apoteker harus berpartisipasi aktif bahkan dalam beberapa kegiatan apoteker wajib meng-gunakan kepemimpinannya agar kegiatan itu terlaksana sebagaimana mestinya. Berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang memerlukan peranan apoteker antara lain dalam: panitia farmasi dan terapi (PFT); panitia sistem pemantauan kesalahan obat; panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang merugikan; panitia evaluasi penggonaan obat; penerbitan buletin farmasi; partisipasi dalam program pendidikan “in-service” bagi apoteker, perawat dan dokter; sentra inforrnasi obat; tim investigasi obat; tim unit gawat darurat; pelayanan perawatan kritis; panitia pengendalian infeksi; panitia perawatan penderita; panitia alat kesehatan/alat kedokteran; berbagai panitia lain yang berkaitan dengan kefarmasian. Peranan apoteker dalam berbagai kegiatan atau kepanitiaan tersebut di atas diterangkan dalam buku “Farmasi Klinik-Teori dan Penerapan”. Apoteker rumah sakit wajib memahami dan menerapkan keempat unsur utama dari pelayanan farmasi yang telah diuraikan di atas agar apoteker dan IFRS-nya mendapat pengakuan keberadaan dan kebutuhannya bagi rumah sakit dan terutama bagi penderita dan masyarakat. Empat unsur Pelayanan Farmasi  Pelayanan Farmasi yang baik.  Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.  Praktik dispensing yang baik.  Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien. Syarat Pelayanan Farmasi yang baik (WHO)  Keselamatan dan kesejahteraan pasien merupakan perhatian utama  Penyediaan obat dan bahan lain dengan  Mutu terjamin  Informasi dan nasehat yang tepat bagi pasien, dan  Pemantauan efek pemakaian  Berkontribusi pada penulisan resep yg rasional dan ekonomis, serta tepat dalam penggunaan obat.  Tujuan tiap unsur Pelayanan farmasi  Harus relevan dengan individu  Ditetapkan secara jelas, dan  Dikomunikasikan secara efektif kepada semua yang terlibat Kegiatan Apoteker dalam Pelayanan Farmasi yang Baik (PFB)  Profesionalisme adalah filasofi utama yg mendasari praktik, disamping faktor ekonomi  Untuk penggunaan obat dokter perlu masukan dari apoteker (secara normatif)  Hubungan kemitraan berdasarkan saling percaya dan yakin dalam berbagai hal yg berkaitan dengan farmakoterapi  Apoteker perlu informasi yg independen, komprehensif dan mutakhir tentang terapi dan obat yg digunakan  Melakukan asesmen profesional thd materi promosi obat, serta penyebaran informasi yg telah dievaluasi  Apoteker sesuai profesi (seharusnya) akan terlibat dalam semua tahap percobaan klinik Tujuan Pelayanan Profesi Apoteker dalam penggunaan obat  Melindungi pasien dari terjadinya kembali penyakit yang berkaitan dengan obat, misalnya alergi atau reaksi obat yg merugikan  Mendeteksi dan memperbaiki ketidaktepatan atau bahaya terapi yg diberikan secara bersama-sama  Meramalkan dan mencegah toksisitas obat  Meningkatkan kepatuhan pasien melalui fungsi farmasi klinis Praktik Dispensing yang Baik I. Definisi Dispensing obat adalah proses berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dispensing obat. Berbagai kegiatan tersebut adalah menerima dan memvalidasi resep obat, mengerti dan menginterpretasikan maksud resep yang dibuat dokter, membahas solusi masalah yang terdapat dalam resep bersama-sama dengan dokter penulis resep, mengisi Profil Pengobatan Penderita (P-3), menyediakan atau meracik obat, memberi wadah dan etiket yang sesuai dengan kondisi obat, merekam semua tindakan, mendistribusikan obat kepada Penderita Rawat Jalan (PRJ) atau Penderita Rawat Tinggal (PRT), memberikan informasi yang dibutuhkan kepada penderita dan perawat. Praktik Dispensing yang Baik adalah suatu praktik yang memastikan suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar, ditujukan kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas sesuai instruksi yg jelas, dan dalam kemasan yang memelihara potensi obat. II. Lingkungan Dispensing Yang termasuk lingkungan dispensing adalah staf, sekeliling lingkungan fisik, rak, ruang peracikan, ruang penyimpanan, peralatan, permukaan yang digunakan selama bekerja, dan bahan pengemas. Lingkungan dispensing harus bersih dan diorganisasikan. Bersih karena umumnya obat digunakan secara internal dan diorganisasikan agar dispensing dapat dilakukan dengan aman, akurat, dan efisien. Staf harus memiliki kebersihan diri dan harus memakai baju kerah putih/baju kerja. Sekeliling lingkungan fisik, ruang peracikan, dan ruang penyimpanan harus bebas debu dan kotoran; sebaiknya dibersihkan setiap hari. Wadah dan obat-obattan sebaiknya diorganisasikan dalam rak; sebaiknya obat dalam dan obat luar diletakkan secara terpisah; bahan kimia cair dan padat juga sebaiknya disimpan secara terpisah; semua wadah dan obat harus diberi etiket secara jelas untuk memastikan pemilihan yang aman dari sediaan dan meminimalkan kesalahan. Semua peralatan untuk meracik, seperti lumpang dan alu, spatula, timbangan, dll harus dibersihkan hingga bersih dan kering sebelum pemakaian sediaan selanjutnya. Timbangan sebaiknya dikalibrasi sesuai dengan peraturan yang ada. Lingkungan dispensing harus memiliki ruangan yang memungkinkan gerakan yang longgar bagi staf selama proses dispensing, tetapi pergerakan harus diminimalkan untuk memelihara efisiensi. Sistem perputaran sediaan harus ditetapkan berbasis obat yang digunakan terlebih dahulu, misalnya yang masuk dulu/keluar dulu. (First In/First Out). III. Personel Dispensing Selain membaca, menulis, menghitung, dan menuang, personel dispensing harus memiliki kemampuan sebagai berikut: • Pengetahuan tentang obat yang mau didispensing, seperti penggunaan umum, dosis yang digunakan, efek samping yang ditimbulkan, mekanisme kerja obat, interaksi dengan obat lain/makanan, penyimpanan yang baik, dll. • Keterampilan kalkulasi dan aritmatik yg baik. • Keterampilan mengemas yang baik. • Bersifat bersih, teliti, dan jujur. • Memiliki sikap dan keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan penderita dan profesional kesehatan lain. IV. Proses Dispensing 1. Menerima dan memvalidasi resep 2. Mengkaji resep untuk kelengkapan 3. Mengerti dan menginterpretasikan resep 4. Menapis profil pengobatan penderita 5. Menyiapkan, membuat, atau meracik obat 6. Mendistribusikan obat kepada penderita.